Selasa, 03 Februari 2015

Agama Berperan Penting Dalam Kesehatan Jiwa

Persoalan kesehatan jiwa, sudah menjadi perhatian umat manusia dari abad ke abad, seiring sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran. Banyak ahli kesehatan mengakui, bahwa agama memiliki peran penting dalam membina kesehatan jiwa, dan menyelamatkan manusia dari gangguan kejiwaan.

Hal itu, disampaikan Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag RI, Muharram, dalam membacakan sambutan Menteri Agama Ri, pada acara Peringatan Hari kesehatan Jiwa Sedunia, bertema Lighting The Hope For Schizophrenia, di Hotel Kempinski, Jakarta, Jum’at (10/10-2014).

Dalam kesempatan itu, Muharram menjelaskan, bahwa Zakiah Drajat, dikenal sebagai tokoh ilmuan pelopor psikologi Islam, mengemukakan empat rumusan kesehatan jiwa, yakni; pertama, terhindarnya seseorang dari gejala gangguan jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (psychose);

kedua, kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain serta lingkungan; dan ketiga, pengetahuan akan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan segala potensi, bakat, dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain; lalu keempat, terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kemampuan menghadapi problem kehidupan.

Sejalan dengan hal itu, para ilmuan kesehatan sepakat, bahwa pencegahan timbulnya suatu penyakit, lebih utama daripada pengobatan. Hal ini, seiring sejalan dengan ajaran agama yang membawa perintah dalam beribadah, sholat, doa, menjaga kebersihan dan kesucian, mengatur makanan dan minuman yang halal dan baik, ajaran tentang zakat, sedekah, bersyukur bersabar, larangan berputus asa dan sebaginya.

Di sinilah, letak dan peran agama dalam kesehatan jiwa. Ulama dan tokoh agama berperan aktif dalam membangun kesehatan jiwa masyarakat Indonesia, yang mengalami banyak perubahan baik dari tatanan kehidupan, politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Potensi gangguan kejiwaan dapat dialami oleh setiap individu dari semua golongan. Oleh karenanya, edukasi tentang kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan gangguan kesehatan jiwa perlu dilakukan secara luas dan menyeluruh. 

Agama Islam, lanjut Muharram, melarang membenci dan mengucilkan penderita gangguan kejiwaan (schizophrenia). Pada dasarnya penyakit jiwa, bukanlah suatu kutukan dan bukan dosa turunan, akan tetapi, merupakan musibah yang harus diatas bersama, sebagai tanggungjawab moral bersama. Justru sebaliknya, diwajibkan membantu, menyayangi, melindungi dan memberi harapan kepada mereka yang mengalami gangguan kejiwaan.

Peringatan hari kesehatan jiwa sedunia ini, diperingati setiap tanggal 10 Oktober tiap tahunnya. Pada peringatan kali ini, di hadiri lebih dari 1000 orang peserta, yang terdiri dari kalangan akademisi, ormas-ormas, keagamaan, tokoh pemuka agama dan  para penggiat gangguan jiwa.

Sebelumnya, President Director, PT Johnson and Johnson Indonesia, Mr. Wishhnu Kalra, mengajak kepada para penggiat kesehatan jiwa di dunia, khususnya Indonesia untuk senantiasa peduli terhadap kesehatan jiwa. “Selamat hari kesehatan jiwa nasional sedunia,ungkap Kalra.

Selanjutnya, Menteri Kesehatan RI, Dr Nafsiah Mboi, dalam sambutannya mengatakan sangat merasa senang berada di tengah-tengah ribuan manusia yang peduli terhadap kesehatan jiwa manusia.

Nafsiah menanyakan kepada para peserta, atas motivasi apa hadir dalam acara tersebut, dengan serentak peserta menjawab untuk menunjukkan kepedulian terhadap kesehatan jiwa manusia. (Machfudh)

Tidak ada komentar: