Persoalan kesehatan jiwa, sudah
menjadi perhatian umat manusia dari abad ke abad, seiring sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran. Banyak ahli kesehatan
mengakui, bahwa agama
memiliki peran penting dalam membina kesehatan jiwa, dan menyelamatkan manusia dari
gangguan kejiwaan.
Hal itu, disampaikan Kapuslitbang
Kehidupan Keagamaan Kemenag RI, Muharram, dalam membacakan sambutan Menteri Agama
Ri, pada acara
Peringatan Hari kesehatan Jiwa Sedunia, bertema Lighting The Hope For Schizophrenia, di Hotel Kempinski, Jakarta,
Jum’at (10/10-2014).
Dalam kesempatan itu, Muharram
menjelaskan, bahwa
Zakiah Drajat, dikenal
sebagai tokoh ilmuan pelopor psikologi Islam, mengemukakan empat rumusan
kesehatan jiwa, yakni; pertama, terhindarnya seseorang dari gejala gangguan
jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa (psychose);
kedua, kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain serta lingkungan; dan ketiga,
pengetahuan akan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan segala potensi,
bakat, dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan
diri dan orang lain; lalu keempat, terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kemampuan menghadapi problem kehidupan.
Sejalan dengan hal itu, para
ilmuan kesehatan sepakat, bahwa pencegahan timbulnya suatu penyakit, lebih utama daripada pengobatan.
Hal ini, seiring sejalan dengan ajaran agama yang membawa perintah dalam
beribadah, sholat, doa, menjaga kebersihan dan kesucian, mengatur makanan dan
minuman yang halal dan baik, ajaran tentang zakat, sedekah, bersyukur bersabar,
larangan berputus asa dan sebaginya.
Di sinilah, letak dan
peran agama dalam kesehatan jiwa. Ulama dan tokoh agama berperan aktif dalam
membangun kesehatan jiwa masyarakat Indonesia, yang mengalami banyak perubahan
baik dari tatanan kehidupan, politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Potensi gangguan kejiwaan dapat
dialami oleh setiap individu dari semua golongan. Oleh karenanya, edukasi
tentang kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan gangguan kesehatan jiwa
perlu dilakukan secara luas dan menyeluruh.
Agama Islam, lanjut Muharram,
melarang membenci dan mengucilkan penderita gangguan kejiwaan (schizophrenia).
Pada dasarnya penyakit jiwa, bukanlah suatu kutukan dan bukan dosa turunan, akan tetapi, merupakan
musibah yang harus diatas bersama, sebagai tanggungjawab moral bersama. Justru sebaliknya,
diwajibkan membantu, menyayangi, melindungi dan memberi harapan kepada mereka
yang mengalami gangguan kejiwaan.
Peringatan hari kesehatan jiwa
sedunia ini, diperingati
setiap tanggal 10 Oktober tiap tahunnya. Pada peringatan kali ini, di hadiri
lebih dari 1000 orang peserta, yang terdiri dari kalangan akademisi,
ormas-ormas, keagamaan, tokoh pemuka agama dan para penggiat gangguan
jiwa.
Sebelumnya, President Director, PT Johnson
and Johnson Indonesia, Mr. Wishhnu Kalra, mengajak kepada para penggiat kesehatan jiwa di dunia, khususnya
Indonesia untuk senantiasa peduli terhadap kesehatan jiwa. “Selamat hari
kesehatan jiwa nasional sedunia,” ungkap Kalra.
Selanjutnya, Menteri Kesehatan RI, Dr Nafsiah
Mboi, dalam
sambutannya mengatakan sangat merasa senang berada di tengah-tengah ribuan
manusia yang peduli terhadap kesehatan jiwa manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar