Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin, Kamis (04/12-2014), membuka Workshop Peningkatan Wawasan
Multikultural bagi Tokoh Perempuan Lintas Agama. Mengangkat tema “Peran
Perempuan Lintas Agama Sebagai Benteng Kerukunan Antar Umat Beragama”, workshop
ini diselenggarakan di kantor Kementerian Agama Provinsi Denpasar Bali.
Acara ini dihadiri
oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB)
Mubarok, Kepala Pusat Informasi dan Humas (Pinmas) Rudi Subiyantoro, Kakanwil
Provinsi Bali dan jajarannya, pengurus Dharma Wanita Provinsi Bali, serta
peserta workshop dari seluruh Tanah Air.
Dalam sambutannya,
Menag menegaskan, keragaman dan perbedaan sudah ada
dan tumbuh kembang di Negara Republik Indonesia sejak dulu. Untuk itu, sudah
seharusnya perbedaan itu dimaknai secara positif, agar dapat tumbuh
kembang di masyarakat yang memang majemuk, plural, dan heterogen. Keragaman
sejatinya merupakan sesuatu yang luar biasa.
Menag menilai
Workshop semacam ini sangat penting dan relevan, utamanya dalam menjalankan
misi Kementerian Agama untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan
antar umat beragama.
Mernurutnya, tema multikultur sebenarnya bukan hal baru
di Indonesia, karena sejak dulu bangsa ini memang sudah terbiasa dengan
keragaman, baik etnis, agama, maupun budaya.
“Multikultural
adalah sesuatu yang given, yang diberikan Tuhan kepada semua manusia. Dalam
Islam, banyak sekali (ajaran yang) menjelaskan keragaman itu. Manusia diciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa, agar
dapat saling kenal mengenal,” jelas Menag.
Tuhan, lanjut Menag,
bahkan menghendaki keragaman. Kalau saja Tuhan mau, maka semua kita (manusia)
akan dijadikan umat yang satu, tapi Tuhan tidak lakukan. “Keragaman itu ujian
bagi kita sebagai manusia, kita dijadikan beragam agar saling mengenal,”
jelasnya.
“Yang berbeda-beda
bisa saling mengenal, saling menyempurnakan dengan yang lain. Inilah hikmah
perbedaan itu, bukan sebaliknya perbedaan itu menjadi musibah yang tidak kita
kehendaki,” imbuhnya.
Sejalan dengan itu,
Menag mengimbau masyarakat untuk memaknai perbedaan dan keragaman secara
positif. Apalagi keragaman itu sudah tumbuh kembang di Indonesia
sejak dulu. “Di sinilah pentingnya isu multikultural menjadi mindset kita untuk
menjadi satu pandangan,” tuturnya.
Pada titik ini,
Menag menilai agama sebagai faktor untuk merajut keragaman. Indonesia dikenal
sebagai bangsa religius yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Agama bahkan
mendapat posisi yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun demikian,
Menag mengingatkan bahwa menyatukan bukan berarti harus seragam, namun lebih
dimaknai sebagai adanya kesatuan pandang tentang pentingnya persatuan dan
kesatuan. “Perbedaan itu realitas, kesatuan yang tidak bisa terpecah belah, itu
adalah sesuatu yang perlu dalam konteks Indonesia,” tegasnya.
Menag menilai kaum
perempuan mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjadikan agama
sebagai kekuatan, dalam merangkai dan merajut perbedaan, utamanya dalam
memberikan pendidikan kerukunan pada anaknya sejak dini. “Perempuan adalah
pranata, dalam membangun kerukunan,” kata Menag.
“Apalah tanda batang
kuat. Batang kuat yang banyak cabangnya. Apalah tanda perempuan hebat. Tanda
perempuan hebat yang banyak ihklas amalnya,” kata Menag berpantun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar