Sabtu, 06 Desember 2014

MULTIKULTURAL BAGI TOKOH PEREMPUAN LINTAS AGAMA

Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin, Kamis (04/12-2014), membuka Workshop Peningkatan Wawasan Multikultural bagi Tokoh Perempuan Lintas Agama. Mengangkat tema “Peran Perempuan Lintas Agama Sebagai Benteng Kerukunan Antar Umat Beragama”, workshop ini diselenggarakan di kantor Kementerian Agama Provinsi Denpasar Bali.

Acara ini dihadiri oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Mubarok, Kepala Pusat Informasi dan Humas (Pinmas) Rudi Subiyantoro, Kakanwil Provinsi Bali dan jajarannya, pengurus Dharma Wanita Provinsi Bali, serta peserta workshop dari seluruh Tanah Air.

Dalam sambutannya, Menag menegaskan, keragaman dan perbedaan sudah ada dan tumbuh kembang di Negara Republik Indonesia sejak dulu. Untuk itu, sudah seharusnya  perbedaan itu dimaknai secara positif, agar dapat tumbuh kembang di masyarakat yang memang majemuk, plural, dan heterogen. Keragaman sejatinya merupakan sesuatu yang luar biasa.

Menag menilai Workshop semacam ini sangat penting dan relevan, utamanya dalam menjalankan misi Kementerian Agama untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kerukunan antar umat beragama.

Mernurutnya, tema multikultur sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, karena sejak dulu bangsa ini memang sudah terbiasa dengan keragaman, baik etnis, agama, maupun budaya.

“Multikultural adalah sesuatu yang given, yang diberikan Tuhan kepada semua manusia. Dalam Islam, banyak sekali (ajaran yang) menjelaskan keragaman itu. Manusia diciptakan bersuku-suku, berbangsa-bangsa, agar dapat saling kenal mengenal,” jelas Menag.

Tuhan, lanjut Menag, bahkan menghendaki keragaman. Kalau saja Tuhan mau, maka semua kita (manusia) akan dijadikan umat yang satu, tapi Tuhan tidak lakukan. “Keragaman itu ujian bagi kita sebagai manusia, kita dijadikan beragam agar saling mengenal,” jelasnya.

“Yang berbeda-beda bisa saling mengenal, saling menyempurnakan dengan yang lain. Inilah hikmah perbedaan itu, bukan sebaliknya perbedaan itu menjadi musibah yang tidak kita kehendaki,” imbuhnya.

Sejalan dengan itu, Menag mengimbau masyarakat untuk memaknai perbedaan dan keragaman secara positif. Apalagi  keragaman itu sudah tumbuh kembang di  Indonesia sejak dulu. “Di sinilah pentingnya isu multikultural menjadi mindset kita untuk menjadi satu pandangan,” tuturnya.

Pada titik ini, Menag menilai agama sebagai faktor untuk merajut keragaman. Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Agama bahkan mendapat posisi yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Namun demikian, Menag mengingatkan bahwa menyatukan bukan berarti harus seragam, namun lebih dimaknai sebagai adanya kesatuan pandang tentang pentingnya persatuan dan kesatuan. “Perbedaan itu realitas, kesatuan yang tidak bisa terpecah belah, itu adalah sesuatu yang perlu dalam konteks Indonesia,” tegasnya.

Menag menilai kaum perempuan mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjadikan  agama  sebagai kekuatan, dalam merangkai dan merajut perbedaan, utamanya dalam memberikan pendidikan kerukunan pada anaknya sejak dini. “Perempuan adalah pranata, dalam membangun kerukunan,” kata Menag.

“Apalah tanda batang kuat. Batang kuat yang banyak cabangnya. Apalah tanda perempuan hebat. Tanda perempuan hebat yang banyak ihklas amalnya,” kata Menag berpantun.

Sebelumnya Kepala PKUB Mubarok menjelaskan bahwa wawasan multikultural dapat membina kerukunan umat beragama. Bagi Mubarok, perempuan adalah “agent of change” (agen perubahan). “Perempuan benteng kerukunan umat beragama,” jelasnya. (Machfudh)

Tidak ada komentar: