Pertemuan para
Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang
tergabung dalam MABIMS sudah selesai. Sebagai hasil
pertemuan ini, mereka menyepakati komitmen bersama untuk terus menebarkan
ajaran Islam Rahmatan Lil ‘Alamin.
“Kita ingin
menebarkan ajaran agama Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang berpahamkan
ahlusunah wal jamaah. Islam yang mengajak kepada kedamaian, kurukunan, dengan
cara bertoleransi, dengan cara mengembangkan hal-hal yang terkait dengan
tasammuh, tawazzun, tawassuth, moderasi, inklusifitas, dan sebagainya,”
demikian dikatakan Menag LHS dalam kesempatan jumpa
pers di Denpasar, Rabu (03/12-2014).
Sehubungan itu,
lanjut Menag, MABIMS menolak paham-paham keagamaan yang
menggunakan cara-cara kekerasan. Menurutnya, gerakan-gerakan ekstrimisme, radikalisme
dan terorisme adalah gerakan-gerakan yang meskipun berpahamkan keagaman, tapi dinilai sebagai paham keagamaan yang tidak
semestinya dikembangkan.
“Dalam pandangan
kami, hakikatnya bertolak belakang dengan esensi agama Islam itu sendiri dan
bertolak belakang dengan term jihad sebagai mana yang
semestinya kita maknai, kita terjemahkan,” tegas Menag.
Sebagai wujud
keprihatinan terhadap sejumlah aksi kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang
mengatasnamakan Islam, Menag mengatakan,
pertemuan MABIMS ke-16 tahun 2014 ini, telah menyatakan sikap yang menjadi pesan dan ajakan
moral tentang penolakan aksi ekstrimisme, terorisme dan radikalisme yang
mengatasnamakan agama.
Menurutnya, melalui
hasil pengkajian, refleksi, dan kesepakatan bersama, seluruh delegasi MABIMS yang menyelenggarakan musyawarah tahunan pada tanggal
1-3 Desember 2014 di Bali ini, menyampaikan
beberapa butir pernyataan sikap, yaitu sebagai berikut;
1.
Menolak
penggunaan terminolgi jihad untuk kepentingan ekstrimisme, radikalisme dan
terorisme. Dikatakan Menag, jihad merupakan terminologi yang memiliki konotasi
positif konstruktif, bukan negatif destruktif. Makna jihad yang sesungguhnya
dalam ruh Islam adalah mengerahkan secara total segala daya dan upaya untuk
mewujudkan tujuan yang bernilai luhur.
“Oleh sebab itu, jihad yang ditujukan untuk
mencapai tujuan menghalalkan berbagai cara termasuk cara-cara kekerasan adalah
mengkhianati makna jihad itu sendiri,” papar Menag.
2.
Menolak
segala bentuk ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme yang mengatasnamakan
Islam. Islam, kata Menag, merupakan agama yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan
universal (rahmatan lil alamin) bagi seluruh umat manusia. Islam menolak dan
tidak pernah membenarkan ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme dalam bentuk
dan atas nama apapun.
“Oleh karena itu, setiap aktivitas yang
berbau ekstrimisme, radikalisme dan terorisme justru akan merusak dan menodai
ajaran Islam yang luhur,” jelasnya.
3.
Mengutuk
segala bentuk kejahatan kemanusiaan atas nama Islam yang berakibat pada
hilangnya nyawa, cacat fisik, trauma psikis, dan pemiskinan secara ekonomi.
Menurut Menag, Islam merupakan agama kedamaian.
Salah satu ajaran dalam Islam menyebutkan
bahwa seorang muslim tidak bisa disebut sebagai muslim apabila orang-orang yang
berada di sekitarnya merasa tidak aman dari kejahatan verbal maupun kejahatan
fisiknya. Ini menegaskan bahwa Islam sama sekali menolak segala bentuk
kejahatan kemanusiaan.
“Kejahatan kemanusiaan dalam bentuk
membunuh, menyiksa fisik, menimbulkan ketakutan psikis, dan melakukan
pengusiran seseorang dari tempat tinggalnya, jelas-jelas bertentangan dengan
ajaran Islam,” terangnya.
4.
Menolak
penggunaan cara-cara ekstrimis, radikalis, dan terorisme untuk menanggulangi
kasus ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme. Sekalipun ekstrimisme,
radikalisme, dan terorisme merupakan kejahatan yang dikutuk oleh seluruh agama,
termasuk Islam, namun tidak berarti kekuatan Pemerintah atau siapapun
diperbolehkan atau dibenarkan menggunakan cara-cara yang termasuk dalam
kategori kejahatan kemanusiaan.
“Penyelesaian kasus ekstrimisme, radikalisme
dan terorisme harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
tetap harus menghormati nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri,” tuturnya.
5.
Mengimbau
kepada setiap orang, terutama kalangan generasi muda, untuk tidak bergabung
dengan gerakan ekstrimisme, radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan
Islam.
Menurutnya, guna mendukung dan
menyukseskan cita-citanya, gerakan ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme
terus berupaya merekrut anggota baru dengan menggunakan bahasa agama.
“Target utama perekrutan anggota kelompok tersebut
dari anak-anak muda. Oleh karena itu, seluruh pihak diiimbau untuk senantiasa
mewaspadai dan menghindari ajakan berbagai pihak yang mengarah pada tindakan
ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme, karena jelas-jelas bertentangan dengan
nilai-nilai universal yang diajarkan Islam,” ujarnya.
6.
Mengimbau
seluruh komponen masyarakat untuk turut serta mewaspadai segala bentuk kegiatan
yang mengarah kepada aksi ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme. Sekalipun
pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggungjawab untuk mewujudkan
keamanan dan ketertiban umum, namun peran setiap
individu juga sangat vital dalam upaya pencegahan berbagai aksi ekstrimisme,
radikalisme dan terorisme.
“Para tokoh agama, tokoh masyarakat, orang
tua, dan komponen masyarakat yang lain semestinya merupakan benteng yang kokoh
untuk mencegah penyebaran paham ekstrimisme, radikalisme dan terorisme,
terutama di kalangan generasi muda,” jelasnya.
7. Menghimbau kepada
seluruh kaum muslimin untuk tidak mendukung IS (islamic state) dalam bentuk
apapun. Karena IS merupakan gerakan teror yang mengatasnamakan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar