Kamis, 06 November 2014

Agama Tauhid (Samawi) itu Sama

Allah SWT hanya menurunkan agama tauhid ke dunia, sebagai petunjuk dan pengajaran bagi manusia. Sehingga selama manusia berpegang kepada ajaran agama tauhid yang diturunkan oleh Allah melalui para rasul-Nya, maka tidak ada keraguan bagi mereka untuk mendapat rahmat dan hidayah-Nya.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah Ali ‘Imran (3) ayat 84;
 
Katakanlah; Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan Para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyerahkan diri.” (Q.S. 3 : 84)

Dengan beriman kepada sebagian dan mendustakan sebagian yang lain. Mengikhlaskan beribadah kepada-Nya. Tafsir ayat ini, lebih rincinya sudah disebutkan dalam surat Al Baqarah (1) : 136, Allah SWT berfirman;
 
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya’.” (Q.S. 2 : 136)

Ayat yang mulia ini mengandung hal-hal yang wajib kita imani. Iman adalah pembenaran dari hati kepada dasar-dasar ini, iqrar (pengakuan di lisan) dan pengamalan dengan anggota badan. Berdasarkan arti ini, maka kata iman sudah termasuk ke dalamnya Islam, demikian juga termasuk ke dalam iman semua amal shalih.

Amal shalih adalah bagian dari iman dan salah satu atsar (pengaruh) di antara atsar-atsarnya. Oleh karena itu, jika disebutkan iman secara mutlak, maka hal-hal tadi termasuk di dalamnya. Demikian juga kata Islam, jika disebutkan secara mutlak, maka masuk juga ke dalamnya iman.

Namun, apabila disebut Iman dan Islam secara bersamaan, maka iman adalah sesuatu yang menancap di hati berupa pembenaran dan pengakuan, sedangkan Islam sebagai nama untuk amal-amal yang nampak di luar. Sama seperti ini, jika disebut iman dan amal shalih. Iman adalah sesuatu yang menancap di hati, sedangkan amal shalih adalah amalan yang nampak di luar.

Maksudnya, perkataan yang dibenarkan oleh hati. Inilah perkataan yang sempurna yang akan diberi
pahala. Sebaliknya, jika terbatas di lisan saja tanpa masuk ke dalam hati, maka hal itu merupakan nifak dan kekufuran. Perintah untuk mengatakan hal-hal di atas, adalah isyarat untuk menampakkan secara terang-terangan 'Aqidah Islam, sekaligus mendakwahkan manusia kepadanya.

Pada kata-kata ini Kami beriman dinisbatkan kepada umat Islam secara menyeluruh yang menunjukkan wajibnya mereka berpegang dengan agama Allah dan bersatu di atasnya serta larangan berpecah-belah. Ayat ini juga menunjukkan bahwa kaum mukmin itu seperti satu jasad.

Kata-kata ini menunjukkan bolehnya seseorang menyebut dirinya beriman 'ala wajhit taqyid (secara tafshil, seperti: saya beriman kepada Allah, saya beriman kepada kitab-kitab Allah’, dsb.), bahkan hal itu wajib.

Berbeda, jika mengatakan "saya seorang mukmin", maka harus disertakan istitsna' (kata Insya Allah) karena di dalamnya terdapat tazkiyah (anggapan suci terhadap diri), dan persaksian dirinya sebagai mukmin.

Beriman kepada Allah mencakup beriman bahwa Allah itu ada, Dia sebagai Rabbul 'alamin (Pencipta,
Penguasa dan Pemberi rezeki alam semesta), Maha Esa, memiliki sifat sempurna, bersih dari sifat kekurangan dan cacat, yang satu-satunya berhak diibadahi dan tidak boleh disekutukan.

Mencakup beriman kepada Al Qur'an dan As Sunnah, berdasarkan Surat An Nisaa' (4) ayat 113, yang di sana disebutkan wa anzalallahu 'alaikal kitaaba wal hikmah.
 
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (Q.S. 4 : 113)

Oleh karena itu, dalam beriman kepada apa yang diturunkan Allah kepada kita mencakup beriman kepada isi Al Qur'an dan As Sunnah, seperti tentang sifat-sifat Allah, sifat-sifat rasul-Nya, tentang hari akhir, hal-hal ghaib yang telah lalu dan yang akan datang, serta beriman kepada kandungan Al Qur'an dan As Sunnah, berupa hukum-hukum syar'i yang berupa perintah dan larangan dan hukum-hukum jaza'i (pembalasan terhadap amal) dsb.

Seperti shuhuf (lembaran-lembaran berisi wahyu). Mereka adalah para nabi yang berasal dari keturunan Ya'qub (Bani Israil). Dalam beriman kepada kitab-kitab Allah, kita mengimaninya secara ijmal dan tafshil.

Secara ijmal (garis besar) maksudnya kita mengimani bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab atau shuhuf kepada para nabi, meskipun tidak diberitahukan kepada kita namanya seperti pada ayat di atas.

Sedangkan secara tafshil (rinci) adalah kita mengimani kitab-kitab tersebut secara rinci, yakni yang disebutkan nama kitabnya dan siapa yang menerimanya karena kemuliaan mereka sehingga disebutkan namanya dalam Al Qur'an dan karena mereka datang membawa syari'at-syari'at yang agung.

Misalnya, mengimani Al Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud AS, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa AS dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS.

Dari ayat ini, kita juga mengetahui bahwa nikmat agama yang benar merupakan nikmat yang sangat besar, karena terkait dengan bahagia atau sengsara seseorang di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, Allah SWT tidak menyuruh kita mengimani apa yang diberikan kepada para nabi berupa kerajaan, harta dsb. Akan tetapi, Dia memerintahkan kita beriman kepada apa yang diberikan kepada mereka berupa kitab-kitab dan syari'at mereka.

Disebutkan kata "Mirr rabbihim" (dari Tuhan mereka), terdapat isyarat bahwa termasuk kesempurnaan rububiyyah (kepengurusan) Allah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menurunkan kepada mereka kitab-kitab dan mengutus para rasul, dan Rububiyyah-Nya kepada hamba-hamba-Nya menghendaki untuk tidak membiarkan mereka begitu saja dalam kebingungan.

Apabila yang diberikan kepada para nabi itu berasal dari Tuhan mereka, maka di sana terdapat perbedaan antara para nabi dengan orang-orang yang mengaku sebagai nabi, yaitu dengan melihat apa yang mereka dakwahkan.

Para rasul tidaklah mendakwahkan, selain kepada kebaikan dan tidak melarang, kecuali dari perbuatan buruk, masing-masing mereka saling membenarkan tidak bertentangan, karena memang sama-sama berasal dari Tuhan mereka, berbeda dengan orang yang mengaku sebagai nabi, pasti terjadi pertentangan antara berita yang mereka sampaikan, demikian juga pada perintah dan larangan sebagaimana hal itu diketahui oleh orang yang biasa mengkaji.

Maksudnya, tidak membeda-bedakan dalam beriman, yakni semuanya mereka imani tidak seperti orang-orang Yahudi yang beriman hanya sampai kepada Nabi Musa AS, dan tidak seperti orang-orang Nasrani yang beriman hanya sampai kepada Nabi Isa AS. Padahal kafir kepada seorang nabi, sama saja kafir kepada semua nabi.

Setelah Allah SWT menyebutkan beberapa hal yang wajib diimani, baik secara umum maupun khusus, sedangkan ucapan tidak berhenti sampai di situ. Bahkan membutuhkan kerja nyata atau amal, maka Allah SWT memerintahkan untuk menambahkan "dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya", yakni tunduk kepada keagungan-Nya dan patuh beribadah kepada-Nya baik zhahir maupun batin sambil mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya.

Ayat di atas meskipun ringkas, namun sebenarnya mencakup beberapa hal, di antaranya:
·       Tauhid yang tiga; tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma' wash shifat.
·       Beriman kepada semua Rasul.
·       Beriman kepada semua kitab.
·   Disebutkan sebagian para rasul, setelah menyebutkan beriman kepada para rasul secara umum, menunjukkan keutamaan mereka di atas yang lain.
·     Menjelaskan tentang hakikat iman yang menghendaki adanya pembenaran di hati, lisan dan anggota badan serta berbuat ikhlas lillah dalam semua itu.
·      Menjelaskan mana rasul yang sesungguhnya dengan orang yang mengaku sebagai rasul padahal bukan rasul.
·       Menjelaskan tentang ucapan yang diajarkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya.
·    Menunjukkan rahmat (kasih sayang) Allah SWT dan ihsan-Nya kepada hamba-hamba-Nya dengan memberikan nikmat agama yang menjamin kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Maka Mahasuci Allah SWT yang menjadikan kitab-Nya sebagai penjelas segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.

(Machfudh)

Tidak ada komentar: