Setiap
kelompok mempunyai kecenderungan untuk merasa kelompoknya paling bagus dan
patut dibanggakan. Tiap-tiap golongan amat bangga menyangkut apa yang ada pada
mereka.(1)
Dalam Surah (30) Ar Ruum Ayat 30 – 32, Allah SWT berfirman;
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat
kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah
kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang
memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap
golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Q.S. 30 : 30 – 32)
Mereka
yang menerima kebenaran agama harus tetap teguh, tidak boleh ragu atau
menyimpang. Manusia lepas dari dosa; murni, benar, bebas, cenderung pada
kebenaran dan kebajikan, dan dibekali dengan pengertian yang benar tentang
kedudukannya di alam ini, dan tentang kesempurnaan Allah, kebijaksanaan dan
kekuasaan-Nya.
Itulah
sifat atau fitrahnya manusia yang sebenarnya, tetapi manusia biasa terbelenggu oleh
adat, serakah dan ajaran yang salah. Ini membuatnya suka bertengkar, kotor,
palsu, menginginkan segala yang dilarang, menyimpang dari rasa cinta kepada
sesama manusia, dan ibadah yang murni hanya kepada Allah Yang Maha Esa.
Hal
itulah yang menjadi tantangan bagi para nabi, yaitu menghadapi dan mengobati
segala ketidak-beresan ini, serta memperbaiki kembali sifat atau fitrah manusia
kepada yang semestinya sesuai dengan perintah Allah.(2)
Fitrah
Allah dalam ayat di atas, mengandung maksud ciptaan Allah. Manusia diciptakan
Allah SWT mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia
tidak beragama tauhid, maka hal itu
tidaklah wajar.
Mereka
tidak beragama tauhid itu, hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Mereka
meninggalkan agama tauhid dan menganut pelbagai kepercayaan menurut hawa nafsu
mereka.(3)
Din qayyim
dapat berarti adat kebiasaan yang lurus. Dalam ayat tersebut pengertiannya
lebih luas, mencakup seluruh kehidupan, pikiran, dan segala keinginan manusia. ‘Agama yang baku’ atau jalan yang lurus
berbeda dengan berbagai sistem buatan manusia yang saling bertentangan satu
sama lain dan menamakan dirinya ‘agama’ atau sekte. Agama Allah yang baku hanya
satu, karena Allah satu.(4)
Bertobat
tidak berarti sekedar menyesali perbuatan salah, lalu bersedih hati dan putus
asa. Tobat ialah meninggalkan penyakit untuk hidup sehat; dari ketidak-jujuran
yang tidak normal kepada jalan yang lurus, memperbaiki kembali kepalsuan yang
dibawa oleh bujukan setan kepada sifat kita seperti diciptakan oleh Allah SWT.
Seperti
dalam tamsil jarum kompas, yang benar selalu mengarah ke utara. Kalau jarum itu
berbalik ke belakang, karena ada gangguan, harus kita kembalikan kepada
kebebasannya semula, sehingga dengan demikian ia akan kembali benar lagi
menunjuk ke kutub magnet.(5)
Ayat
terakhir diatas, memberikan tentang sektarianisame
yang merasa puas diri, sebagai lawan fitrah agama tauhid.(6)
(Machfudh)
Sumber : Lajnah Pentashihan
Mushaf Al Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
(1)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al
Mishbah, volume 11 (Jakarta; Lentera Hati, 2005) hal. 61 - 63.
(2)
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an
Terjemahan dan Tafsirnya, 1035, footnote 3541.
(3)
Al Qur’an dan Terjemahnya, footnote 1168, 1169.
(4)
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an
Terjemahan dan Tafsirnya, 1035, footnote 3542.
(5)
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an
Terjemahan dan Tafsirnya, 1036, footnote 3543.
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, 1036,
footnote 3544.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar