Senin, 03 November 2014

Fitrah Manusia

Setiap kelompok mempunyai kecenderungan untuk merasa kelompoknya paling bagus dan patut dibanggakan. Tiap-tiap golongan amat bangga menyangkut apa yang ada pada mereka.(1)

Dalam Surah (30) Ar Ruum Ayat 30 – 32, Allah SWT berfirman;
 
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Q.S. 30 : 30 – 32)

Mereka yang menerima kebenaran agama harus tetap teguh, tidak boleh ragu atau menyimpang. Manusia lepas dari dosa; murni, benar, bebas, cenderung pada kebenaran dan kebajikan, dan dibekali dengan pengertian yang benar tentang kedudukannya di alam ini, dan tentang kesempurnaan Allah, kebijaksanaan dan kekuasaan-Nya.

Itulah sifat atau fitrahnya manusia yang sebenarnya, tetapi manusia biasa terbelenggu oleh adat, serakah dan ajaran yang salah. Ini membuatnya suka bertengkar, kotor, palsu, menginginkan segala yang dilarang, menyimpang dari rasa cinta kepada sesama manusia, dan ibadah yang murni hanya kepada Allah Yang Maha Esa.

Hal itulah yang menjadi tantangan bagi para nabi, yaitu menghadapi dan mengobati segala ketidak-beresan ini, serta memperbaiki kembali sifat atau fitrah manusia kepada yang semestinya sesuai dengan perintah Allah.(2)

Fitrah Allah dalam ayat di atas, mengandung maksud ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu  tidaklah wajar.

Mereka tidak beragama tauhid itu, hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Mereka meninggalkan agama tauhid dan menganut pelbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka.(3)

Din qayyim dapat berarti adat kebiasaan yang lurus. Dalam ayat tersebut pengertiannya lebih luas, mencakup seluruh kehidupan, pikiran, dan segala keinginan manusia. ‘Agama yang baku’ atau jalan yang lurus berbeda dengan berbagai sistem buatan manusia yang saling bertentangan satu sama lain dan menamakan dirinya ‘agama’ atau sekte. Agama Allah yang baku hanya satu, karena Allah satu.(4)

Bertobat tidak berarti sekedar menyesali perbuatan salah, lalu bersedih hati dan putus asa. Tobat ialah meninggalkan penyakit untuk hidup sehat; dari ketidak-jujuran yang tidak normal kepada jalan yang lurus, memperbaiki kembali kepalsuan yang dibawa oleh bujukan setan kepada sifat kita seperti diciptakan oleh Allah SWT.

Seperti dalam tamsil jarum kompas, yang benar selalu mengarah ke utara. Kalau jarum itu berbalik ke belakang, karena ada gangguan, harus kita kembalikan kepada kebebasannya semula, sehingga dengan demikian ia akan kembali benar lagi menunjuk ke kutub magnet.(5)

Ayat terakhir diatas, memberikan tentang sektarianisame yang merasa puas diri, sebagai lawan fitrah agama tauhid.(6)

(Machfudh)

Sumber : Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
(1)       M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, volume 11 (Jakarta; Lentera Hati, 2005) hal. 61 - 63.
(2)       Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, 1035, footnote 3541.
(3)       Al Qur’an dan Terjemahnya, footnote 1168, 1169.
(4)       Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, 1035, footnote 3542.
(5)       Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, 1036, footnote 3543.
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya, 1036, footnote 3544.

Tidak ada komentar: