Kamis, 20 November 2014

Menggunjing dan Mencari Kesalahan Orang

Tabiat dan kebiasaan manusia, pada umumnya lebih tertarik ketika membicarakan permasalahan yang tengah dihadapi oleh orang lain, bahkan berusaha dalam mencari-cari keburukannya. Padahal apa yang dibicarakan dan yang dicari-cari itu tersebut belum tentu benar akan kebenarannya, ironisnya prihal itu hanyalah sebatas gosip belaka.

Namun, alangkah baiknya apabila kita sebagai hamba Allah, melakukan hal yang sebaliknya, yaitu lebih banyak melakukan intropeksi pada diri sendiri, atau melihat kekurangan diri lalu berusaha untuk memperbaikinya.

Sebelum melanjutkan, penulis mohon maaf, tidak ada niat untuk menggurui pembaca, penulis hanya ingin sekedar berbagi informasi dan sedikit pengetahuan yang pemulis miliki. Malah justru pembaca lebih banyak pengetahuannya, ketimbang diri penulis sendiri.

Mudah-mudahan apa yang penulis utarakan dalam artikel ini, bisa bermanfaat dan menjadi bahan renungan bagi kita semua, terutama bagi diri penulis sendiri. Sebelum lebih jauh lagi, penulis mengajak pembaca untuk merenungkan ayat dalam Surah Al Hujuurat di bawah ini;

Dalam surah Al Hujuurat ayat 12, Allah SWT berfirman;








Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. 49 : 12)

Ayat diatas dengan tegas, Allah SWT melarang kita bila mengaku beriman untuk menjauhi purba-sangka (prasangka atau kecurigaan) terhadap orang lain, bahkan melarang juga agar kita tidak mencari-cari kesalahan orang, serta melarang membicarakan (menggunjing) orang lain.

Kenapa hal tersebut dilarang? Secara tersirat bahwa perbuatan-perbuatan diatas bila dilakukan, maka bukan kemaslahatan yang akan didapat, justru sebaliknya. Kita akan tenggelam dalam perbuatan tersebut, akibatnya kita lupa terhadap diri kita sendiri. Apakah kita sudah baik ketimbang orang yang menjadi topik tersebut, atau sebaliknya? Cobalah direnungkan.

Biasanya, bila seseorang berprasangka terhadap orang lain, maka dia akan berupaya keras untuk membuktikannya. Terutama mencari dan terus mencari kesalahannya, bahkan segala upaya pun dilakukan. Padahal sebagian besar dari prasangka itu adalah dosa.

Berprasangka biasanya diiringi dengan ucapan dan perbuatan yang diharamkan, sebab berprasangka di hati tidak akan sampai sebatas itu saja. Akan terus menjalar hingga ia mengatakan kata-kata yang tidak patut, bahkan melakukan perbuatan yang tidak layak dilakukan.

Akhirnya muncullah sikap su’uzzhan (prasangka buruk) terhadap orang lain, lalu membencinya dan memusuhinya, padahal apa yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah kebalikannya. Memberikan kasih sayang terhadap orang lain, serta banyak melakukan intropeksi terhadap diri sendiri. Apakah kita sudah benar yang sebenar-benarnya dalam menjalankan syariat Islam?

Allah SWT menjelaskan perbuatan tersebut dengan memberikan perumpamaan, yaitu seperti orang yang suka memakan bangkai saudaranya sendiri. Hal ini, bukan hanya berlaku sebatas sesama kaum saja (satu agama), melainkan juga berlaku terhadap kaum-kaum yang lainnya (beragama lain). Kita dilarang melakukan hal tersebut, karena mereka adalah saudara sendiri, yaitu dari keturunan Nabi Adam As dan Hawa.

Namun apabila kita sudah terlanjur melakukannya, bahkan setiap hari menggunjingnya. Allah tetap akan mengampuni kita kalau benar-benar ingin bertobat, kemudian kembali ke jalan-Nya, sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya.

Allah adalah At Tawwab, Dia yang mengizinkan tobat hamba-Nya, lalu Dia memberinya taufiq kepadanya, kemudian menerima tobatnya. Dia Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, dimana Dia mengajak mereka kepada sesuatu yang bermanfaat bagi mereka dan menerima tobat mereka.

Kenapa larangan berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing itu berlaku tidak hanya bagi umat Islam saja, namun juga terhadap orang-orang yang beragama lain. Seperti yang termaktub dalam surah Al Hujuurat ayat 13, Allah SWT berfirman;





Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. 49 : 13)

Makna yang termaktub dalam ayat ini adalah, dimana Allah SWT memberitahukan khususnya kepada kita yang mengaku beriman kepada-Nya dan juga bagi semua manusia pada umumnya. Bahwa Dia yang menciptakan Bani Adam dari asal yang satu dan jenis yang satu. Mereka semua dari laki-laki dan perempuan, apabila ditelusuri maka ujungnya kembali kepada Adam dan Hawa.

Kemudian Allah SWT menyebarkan dari keduanya menjadi banyak, lalu memisahkan mereka, serta menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, tujuannya agar mereka saling kenal-mengenal satu sama lainnya, sehingga mereka bisa saling tolong-menolong, bantu-membantu dan saling mewarisi dan memenuhi hak kerabatnya.

Meskipun demikian, orang yang paling mulia di antara mereka adalah orang bertaqwa, yaitu mereka paling banyak ketaatannya kepada Allah dan meninggalkan maksiat, bukan yang paling banyak kerabat dan kaumnya dan bukan pula yang paling mulia nasabnya.

Dalam ayat ini terdapat dalil, bahwa mengetahui nasab itu memang disyariatkan, oleh karena itu Allah SWT menjadikan kita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Namun, kita janganlah saling berbangga diri karena tingginya nasab, sebab bukan itu yang dapat dibanggakan, melainkan ketaqwaan kita kepada-Nya. Bahkan Allah mengetahui siapa di antara kita yang bertaqwa kepada-Nya, baik zahir maupun batin, Dia-lah yang akan membalas kita dengan balasan yang pantas.

Jadi, jelaslah apa yang dikehendaki oleh Allah SWT terhadap umat manusia, yaitu agar kita sebagai manusia saling mengenal satu sama lain, saling tolong-menolong, bantu-membantu sesama manusia. Bukan saling berprasangka buruk, bukan saling mencari kesalahan, dan bukan saling menggunjing satu sama lain diantara manusia.

Mudah-mudahan, sedikit pengetahuan dari penulis ini bisa menjadi bahan renungan bagi pembaca, dan semoga bermanfaat. Aammiinn. (Machfudh)

Tidak ada komentar: