Sejak lama
Indonesia dikenal kearifan lokalnya, keramahtamahan masyarakat, juga
persaudaraan yang menjadi ciri utama negeri mayoritas berpenduduk Muslim ini.
Namun, beberapa konflik sporadis yang terjadi di berbagai tempat mengundang
keprihatinan banyak pihak, tak terkecuali umat Islam.
Konflik yang
sebetulnya bermula dari masalah beda paham dan berdasar kesalahpahaman itu tak
jarang melibatkan internal umat beragama, sehingga perlu teladan yang dapat
mengembalikan ciri utama umat Islam Indoneia, yaitu kerukunan.
Mengunjungi daerah Jawa bagian timur, tepatnya di Kecamatan Tandes, daerah
yang memiliki jumlah penduduk 92.935 jiwa dengan kondisi sosio ekonomi dan
kultural masyarakatnya terbagi dalam beberapa kelompok.
Seperti pada
umumnya masyarakat di Kota Surabaya, penduduk di wilayah Kecamatan Tandes juga
sangat majemuk, baik dari segi agama, sosio kultural, etnis maupun pekerjaan,
sehingga terjadi akulturasi budaya antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Hal tersebut dikarenakan beberapa sebab, salah satunya, Tandes merupakan daerah
Industri, di mana hampir separuh penduduknya adalah pendatang.
Sebagian besar
penduduk Kecamatan Tandes adalah santri, meski demikian dalam praktek keagamaan
masyarakatnya terbagi menjadi beberapa kelompok, terbukti dengan berdirinya
tiga bangunan Masjid yang jaraknya sangat berdekatan satu sama lain. Meski
demikian, baik pengurus masjid maupun masyarakat sekitar tetap hidup rukun.
Tepatnya, di Jalan Raya Manukan, ada tiga masjid besar yang
jarak antara satu dengan yang lainnya teramat dekat, ternyata memang diketahui ketiga masjid tersebut
mempunyai jamaah yang sama-sama besar.
Akan tetapi, jamaahnya berbeda pandangan dalam
memahami pesan agama (Islam), yaitu Masjid Nasuha berkultur NU, Masjid Sirotol
Mustaqim yang berafiliasi ke Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan Masjid
At Taqwa milik warga Muhammadiyah.
Ditemui diruang
kerjanya, di Kantor Urusan Agama (KUA), Kec. Tandes, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Moesleh Saridjan
mengungkapkan, kabar keharmonisan yang sudah
tersebar luas tersebut memang benar adanya.
“Ya meski mereka beda soal memahami ajaran agama, mereka selalu harmonis,
rukun dan Alhamdulillah, sampai hari ini, belum ada hal-hal yang negatif,” ungkapnya. Dalam kegiatan keseharian, lanjutnya, masjid-masjid tersebut membagi waktu kapan suara
sound sistem harus keluar dan tidak, sehingga satu sama lain tidak saling terganggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar