Rabu, 20 Agustus 2014

Boleh Tidak Menerima Imbalan dari Berdakwah - Oleh : Machfudh

Perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya menerima imbalan dalam mensyiarkan agama (Dakwah), sampai saat ini masih menjadi sebuah polemik yang berkepanjangan. Untuk itu, sang fakir hanya ingin berbagi informasi dan sedikit pengetahuan mengenai permasalahan tersebut, sehingga pesan moral, sampaikanlah walau satu ayat dapat dijalankan sesuai dengan syariat Islam.

Apa pun yang disampaikan melalui tulisan ini, hanyalah sebagai bahan renungan. Baik untuk diri sang fakir sendiri maupun bagi yang membacanya, tidak pula sang fakir merasa lebih baik dari yang membaca tulisan ini. Semoga apa yang disampaikan bermanfaat. Aammiinn.

Sebelum sang Fakir mengemukakan beberapa ayat dalam Al Qur’an serta hadits yang memperkuat ayat-ayat mengenai boleh tidaknya menerima imbalan dalam berdakwah, alangkah baiknya apabila kita sedikit melihat sejarah para nabi dan rasul dalam menjalankan perintah Allah SWT, terutama dalam berdakwah.

Selain itu, sebaiknya juga kita sama-sama merenungi dan memahami maksud tersirat dari Surah Yaasiin ayat 17, Allah SWT berfirman;
 
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas (terang-terangan).” (Q.S. 36 : 17)

Dan, dalam Surah Yaasiin ayat 21, Allah SWT berfirman;
 
Ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. 36 : 21)

Dari dua ayat diatas, termaktub bahwa kalau kita ingin berdakwah, harus disadari sebagai perintah suci dari-Nya. Wajib disampaikan dan haram disembunyikan, hanya karena takut menyinggung hati yang mendengar.

Segala muatan dakwah, baik perintah, larangan ataupun petunjuk, haruslah disampaikan sejelas mungkin dan berterus terang. Blak-blakan tanpa takut dibenci, dicaci, bahkan terhadap rencana jahat manusia sekalipun, karena melakukannya hanya mengharap ridha Allah SWT semata.

Selain itu, ketika kita telah memutuskan niat untuk berdakwah, Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk mengikuti orang-orang yang tidak meminta balasan terhadap apa yang disampaikannya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Siapakah orang-orang yang mendapat petunjuk, yaitu para nabi dan rasul-Nya, serta ulil amri. Kalau melihat sedikit sejarah para nabi dan rasul, salah satunya Nabi Muhammad SAW. Ketika beliau mensiarkan agama Islam di muka bumi ini, menurut catatan sejarah beliau tidak pernah sedikitpun meminta imbalan dari semua risalah yang disampaikannya.

Dalam Al Qur’an Surah Al Furqaan ayat 56 – 57, Allah SWT berfirman;

Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Katakanlah: ‘Aku (Muhammad) tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya’.” (Q.S. 25 : 56 – 57)

Dari ayat diatas, Allah SWT dengan tegas melarang Nabi Muhammad SAW untuk meminta upah kepada umat dari risalah yang disampaikannya. Rasulullah SAW diutus Allah SWT sebagai pembawa kabar, baik perintah, larangan maupun petunjuk, bahkan peringatan kepada manusia.

Bahkan banyak ayat lain dalam Al Quran yang mengungkapkan bahwa para nabi tidak meminta upah kepada umatnya atas risalah atau dakwah yang disampaikannya. Diantaranya; Al An’am ayat 90, Huud ayat 29 dan ayat 51, Asy Syuraa’ ayat 164 dan ayat 180, dan Yaasiin ayat 20 21.

Menurut sejarah dakwah yang dilakukan para nabi dan rasul hanya karena Allah SWT semata, bukan mengharap sesuatu dari manusia, apalagi upah atau imbalan dari dakwahnya itu. Jadi, kalau memang kita ingin berdakwah (mensiarkan ajaran Islam), sudah sepatutnya dilandasi dengan keikhlasan dan niat suci dalam berjihad demi tegaknya syariat ajaran Islam.

Dalam Al Qur’an Surah Asy Syuura ayat 23, Allah SWT berfirman;

Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Q.S. 42 : 23)

Sehingga jelas bahwa banyak ayat dalam Al Qur’an yang melarang kita dalam berdakwah untuk meminta upah atau imbalan, melainkan hanya meminta upah dan imbalan dari Allah SWT. Merujuk pada ayat diatas, Allah SWT akan menambah kebaikan atas kebaikan yang dilakukan manusia, kalau kebaikan tersebut dilakukan dengan keikhlasan tanpa mengharap-harap imbalan.

Lalu, bagaimana bagi yang berdakwah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya? Dalam sejarah diungkapkan bahwa Rasulullah SAW adalah seorang pedagang dan pengembala kambing, bahkan harta istrinya (Siti Khadijah) dipakai untuk berdakwah.

Selain beliau berdakwah menyampaikan risalah (wahyu) dari Allah SWT, beliau juga berniaga mencari nafkah untuk keluarganya. Baik berdagang maupun mengembala, tidak sepeserpun rezeki yang diperolehnya dari hasil berdakwah, seperti yang telah dijelaskan diatas.

Kalau kita ingin berdakwah, mensiarkan ajaran Islam. Jadikanlah sarana tersebut sebagai jalan mendapatkan keberkahan dan keridhaan Allah SWT. Sedangkan kalau kita ingin memenuhi kebutuhan hidup keluarga, berusahalah dengan cara yang halal, baik berdagang atau pekerjaan lain.

Janganlah mencampur-adukan berdakwah dengan mencari rezeki bagi keluarga, renungkanlah. Kenapa kita menjadikan dakwah sebagai lahan menjari rezeki? Benarkah hal tersebut jika dilakukan? Semua kembali kepada diri kita masing-masing, sang Fakir hanya menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan.

Sebagai penutup, sang Fakir ingin menyampaikan sebuah hadits shahih yang menjelaskan bahwa Rasullah SAW melarang kepada seorang sahabat menerima dirham/upah atas dakwahnya. Dikisahkan dalam hadits tersebut, seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah SAW, bahwa ia dijamu dengan beragam hidangan oleh kaum yang mendengar dakwahnya.

Terhadap hal ini, Rasulullah SAW hanya tersenyum (tidak melarang) dan hanya mengomentari: “Kamu senang”, sahabat menjawab;Iya, ya Rasulullah”. Namun ketika sahabat bertanya tentang bolehkan ia menerima bingkisan dirham atau upah setelah berdakwah, maka Rasul melarangnya dengan jawaban;Ambilah, jika kamu ingin dijebloskan ke dalam neraka”.

Demikianlah sedikit informasi dan pengetahuan dari sang Fakir, mudah-mudahan bisa menjadi bahan renungan kita semua dalam mensiarkan ajaran Syariat Islam, tentunya dengan berlandaskan keikhlasan dan hanya mengharap keridhaan Allah SWT. Dan mohon maaf, kalau ada kalimat yang salah, itu semata dari diri sang Fakir.

Tidak ada komentar: