Minggu, 31 Agustus 2014

Kasih Sayang Allah SWT Terhadap Hamba-Nya - Oleh : Machfudh

Bismillahirrahmanirrahim”, yang artinya; Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah (Pengasih) lagi Maha Penyayang. Kalimat tersebut sering kita ucapkan disaat akan melakukan apa pun, tentunya dalam melakukan pekerjaan yang baik. Agar Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, serta meridhai setiap pekerjaan yang kita lakukan.

Pada artikel ini, penulis mencoba mengajak pembaca untuk mengingat kembali, pelajaran yang mungkin pertama kali kita peroleh dari orang tua disaat kita masih kecil. Bapak dan ibu, sudah pasti menganjurkan kita untuk menyebut nama-Nya disaat kita akan melakukan sesuatu, baik mau makan ataupun kegiatan yang lain.

Banyak sekali makna yang terkandung didalam kalimat basmalah, maka hendaknya ketika memulai pekerjaan yang baik diawali dengan menyebut asma Allah. Karena Allah adalah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya. Dia tidak membutuhkan makhluk-Nya, melainkan makhluk-Nya-lah yang membutuhkan-Nya.

Ar Rahman (Maha Pemurah/Maha Pengasih); salah satu nama Allah yang memberi pengertian; bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada semua makhluk-Nya. Sedangkan Ar Rahiim (Maya Penyayang) memberi pengertian; bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya.

Merujuk pada kalimat basmalah, didalam surah Al Fatihah itu terdapat pada ayat 1, maka dapat dipastikan rasa kasih sayang Allah terhadap semua hamba-Nya begitu besar. Jangankan kepada hamba-Nya yang beriman, kepada hamba-Nya yang tidak beriman kasih sayang tetap diberikan oleh Allah SWT.

Kenapa Allah SWT tetap memberikan rasa kasih sayang kepada hamba-Nya yang tidak beriman? Mungkin pertanyaan ini sering terlintas dalam pikiran kita, bahkan muncul pertanyan, bukankah seharusnya orang yang tidak beriman kepada-Nya mendapatkan hukuman?

Penjelasan tersebut terdapat di dalam Surah An Nahl ayat 61, Allah SWT berfirman;

Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (Q.S. 16 : 61)

Setelah Allah SWT menyebutkan kedustaan orang-orang zalim terhadapnya, maka Allah menyebutkan sempurnanya santun-Nya dan kesabaran-Nya. Maksud zalim disini, bukan hanya sebatas tidak beriman kepada-Nya, kepada Nabi-nabi-Nya dan kepada Kitab-kitab-Nya saja, melainkan juga termasuk didalamnya melakukan perbuatan buruk terhadap makhluk yang lainnya.

Walaupun seseorang berlaku zalim, baik kepada Allah SWT maupun kepada manusia yang lain. Allah masih saja melimpahkan kasih sayang kepadanya, bahkan ditangguhkan hukumannya sampai pada waktu yang telah Allah SWT tentukan (yaitu Hari Kiamat).

Makna yang tersirat dari ayat diatas, bila disandingkan dengan kalimat basmalah, maka disinilah Allah SWT memberikan pelajaran terhadap hamba-Nya. Meskipun kita mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari orang lain, seyogyanya kita tetap membalasnya dengan kebajikan.

Walaupun banyak manusia yang tidak beriman kepada-Nya, namun mereka masih mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT. Bahkan menangguhkan waktu hukumannya, tetapi bukan tidak ada batas waktunya.

Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak beriman itu waktu selama hidupnya untuk mempergunakan akal yang diberikan-Nya, sehingga mereka menyadari akan kekeliruannya dan akhirnya beriman kepada-Nya. Kalau pun sampai pada batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, itu tidak akan mengurangi apa pun dari Tuhan mereka.

Kalau saja Allah berkehendak mengukum orang yang zalim (tidak beriman) pada saat itu juga, maka bukanlah yang sulit bagi-Nya untuk melakukannya. Oleh karena itu, pada kalimat selanjutnya Allah SWT memberikan peringatan kepada hamba-Nya, Dia akan membinasakan semua pelaku kezaliman, kemaksiatan, termasuk juga semua yang ada di muka bumi ini (baik yang beriman maupun yang tidak beriman), yaitu pada hari Kiamat.

Namun, tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui kapan datangnya hari Kiamat tersebut, bahkan para nabi dan rasul pun tidak mengetahuinya. Maka alangkah baiknya bila kita sebagai hamba-Nya selalu bersiap diri untuk menyongsong hari itu, yaitu dengan memaksimalkan kasih sayang yang diberikan Allah, tentunya dengan melakukan berbagai macam perbuatan baik (amal shaleh).

Sebab bila tidak, ketika datang hari penghabisan (kiamat), maka tidak ada lagi waktu penanguhan. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menjalani masa penangguhan ini, kita perlu memperbanyak dalam melakukan hal yang baik sesuai perintah-Nya dan meninggalkan dalam melakuka hal yang buruk sesuai dengan larangan-Nya.

Akan tetapi, tak sedikit manusia yang menganggap sepele hal ini, bahkan banyak pula manusia yang tidak mempercayai akan adanya hari Kiamat. Mereka menganggap dirinya akan hidup abadi di dunia, sehingga mereka lupa dan semakin terlena dengan kegemerlapan dunia, memanfaatkan kenikmatan dunia untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.

Ironisnya, ketika manusia tidak dapat menikmati hidup dalam kehidupannya atau sedang mengalami kesusahan, bukannya intropeksi terhadap dirinya sendiri, melainkan menganggap kalau Allah SWT telah berbuat zalim kepadanya. Padahal Allah SWT tidak akan pernah berbuat seperti itu kepada hamba-Nya, kalau memang hamba-Nya mau berpikir menggunakan akal yang diberikan oleh-Nya.

Seperti didalam Surah Yunus ayat 44, Allah SWT berfirman;

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” (Q.S. 10 : 44)

Pada ayat ini, Allah SWT dengan tegas menyatakan kalau Dia sedikitpun tidak akan berbuat zalim kepada manusia, akan tetapi manusia sendiri yang melakukannya. Namun, kerap kali dibantah oleh kebanyakkan manusia, karena hal itu sudah menjadi tabiat dari manusia.

Ketika diberi kenikmatan maka dirinya menjadi lupa dan sombong kepada Tuhannya, bahkan mengikari semua rahmat yang diberikan Tuhan kepadanya. Tapi, ketika dirinya mengalami kesusahan, dia menganggap Tuhan telah berbuat zalim kepadanya, akhirnya berputus asa kepada Tuhannya.

Padahal, kalau kita mau mempergunakan akal yang diberikan Allah SWT, maka kita akan tetap tunduk dan mensyukurinya ketika mendapatkan kenikmatan berupa kesenangan, bahkan ketika dirundung kesusahan kita tetap bersyukur dan tabah dalam menjalaninya sehingga ringan rasanya.

Allah SWT tidak menambahkan keburukan mereka dan tidak akan mengurangi kebaikan mereka. Ketika kebenaran datang kepada mereka, mereka tidak mau menerimanya, sehingga Allah menghukum mereka dengan mengecap (membuat beku) hati mereka, penglihatan dan pendengaran mereka pun ditutup.

Mudah-mudahan sedikit informasi dan pengetahuan yang penulis punya, bisa menjadi bahan renungan bagi pembaca, khususnya bagi diri penulis sendiri. Serta mudah-mudahan bermanfaat. Aammiinn.

Tidak ada komentar: