“Bismillahirrahmanirrahim”,
yang artinya; Dengan menyebut nama Allah
yang Maha Pemurah (Pengasih) lagi Maha Penyayang. Kalimat tersebut sering
kita ucapkan disaat akan melakukan apa pun, tentunya dalam melakukan pekerjaan
yang baik. Agar Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita, serta
meridhai setiap pekerjaan yang kita lakukan.
Pada artikel ini, penulis mencoba mengajak pembaca
untuk mengingat kembali, pelajaran yang mungkin pertama kali kita peroleh dari
orang tua disaat kita masih kecil. Bapak dan ibu, sudah pasti menganjurkan kita
untuk menyebut nama-Nya disaat kita akan melakukan sesuatu, baik mau makan
ataupun kegiatan yang lain.
Banyak sekali makna yang terkandung didalam kalimat basmalah, maka
hendaknya ketika memulai pekerjaan yang baik diawali dengan menyebut asma
Allah. Karena Allah adalah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan
sebenar-benarnya. Dia tidak membutuhkan makhluk-Nya, melainkan makhluk-Nya-lah
yang membutuhkan-Nya.
Ar Rahman
(Maha Pemurah/Maha Pengasih); salah satu nama Allah yang memberi pengertian;
bahwa Allah selalu melimpahkan karunia-Nya kepada semua makhluk-Nya. Sedangkan Ar Rahiim (Maya Penyayang) memberi
pengertian; bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya.
Merujuk pada kalimat basmalah, didalam surah Al
Fatihah itu terdapat pada ayat 1, maka dapat dipastikan rasa kasih sayang Allah
terhadap semua hamba-Nya begitu besar. Jangankan kepada hamba-Nya yang beriman,
kepada hamba-Nya yang tidak beriman kasih sayang tetap diberikan oleh Allah SWT.
Kenapa Allah SWT tetap memberikan rasa kasih sayang
kepada hamba-Nya yang tidak beriman? Mungkin pertanyaan ini sering terlintas
dalam pikiran kita, bahkan muncul pertanyan, bukankah seharusnya orang yang
tidak beriman kepada-Nya mendapatkan hukuman?
Penjelasan tersebut terdapat di dalam Surah An Nahl
ayat 61, Allah SWT berfirman;
“Jikalau
Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan
ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah
menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah
tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (Q.S.
16 : 61)
Setelah Allah SWT menyebutkan kedustaan orang-orang
zalim terhadapnya, maka Allah menyebutkan sempurnanya santun-Nya dan kesabaran-Nya.
Maksud zalim disini, bukan hanya sebatas tidak beriman kepada-Nya, kepada Nabi-nabi-Nya
dan kepada Kitab-kitab-Nya saja, melainkan juga termasuk didalamnya melakukan perbuatan
buruk terhadap makhluk yang lainnya.
Walaupun seseorang berlaku zalim, baik kepada Allah
SWT maupun kepada manusia yang lain. Allah masih saja melimpahkan kasih sayang
kepadanya, bahkan ditangguhkan hukumannya sampai pada waktu yang telah Allah
SWT tentukan (yaitu Hari Kiamat).
Makna yang tersirat dari ayat diatas, bila
disandingkan dengan kalimat basmalah, maka disinilah Allah SWT memberikan
pelajaran terhadap hamba-Nya. Meskipun kita mendapatkan perlakuan yang tidak
baik dari orang lain, seyogyanya kita tetap membalasnya dengan kebajikan.
Walaupun banyak manusia yang tidak beriman
kepada-Nya, namun mereka masih mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT. Bahkan
menangguhkan waktu hukumannya, tetapi bukan tidak ada batas waktunya.
Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada mereka
yang tidak beriman itu waktu selama hidupnya untuk mempergunakan akal yang
diberikan-Nya, sehingga mereka menyadari akan kekeliruannya dan akhirnya
beriman kepada-Nya. Kalau pun sampai pada batas waktu yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT, itu tidak akan mengurangi apa pun dari Tuhan mereka.
Kalau saja Allah berkehendak mengukum orang yang zalim
(tidak beriman) pada saat itu juga, maka bukanlah yang sulit bagi-Nya untuk
melakukannya. Oleh karena itu, pada kalimat selanjutnya Allah SWT memberikan
peringatan kepada hamba-Nya, Dia akan membinasakan semua pelaku kezaliman,
kemaksiatan, termasuk juga semua yang ada di muka bumi ini (baik yang beriman
maupun yang tidak beriman), yaitu pada hari Kiamat.
Namun, tidak ada seorang manusia pun yang
mengetahui kapan datangnya hari Kiamat tersebut, bahkan para nabi dan rasul pun
tidak mengetahuinya. Maka alangkah baiknya bila kita sebagai hamba-Nya selalu
bersiap diri untuk menyongsong hari itu, yaitu dengan memaksimalkan kasih
sayang yang diberikan Allah, tentunya dengan melakukan berbagai macam perbuatan
baik (amal shaleh).
Sebab bila tidak, ketika datang hari penghabisan
(kiamat), maka tidak ada lagi waktu penanguhan. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati dalam menjalani masa penangguhan ini, kita perlu memperbanyak dalam melakukan hal yang baik sesuai
perintah-Nya dan meninggalkan dalam
melakuka hal yang buruk sesuai dengan larangan-Nya.
Akan tetapi, tak sedikit manusia yang menganggap
sepele hal ini, bahkan banyak pula manusia yang tidak mempercayai akan adanya
hari Kiamat. Mereka menganggap dirinya akan hidup abadi di dunia, sehingga
mereka lupa dan semakin terlena dengan kegemerlapan dunia, memanfaatkan
kenikmatan dunia untuk dirinya sendiri tanpa memperdulikan orang lain.
Ironisnya, ketika manusia tidak dapat menikmati
hidup dalam kehidupannya atau sedang mengalami kesusahan, bukannya intropeksi
terhadap dirinya
sendiri, melainkan menganggap kalau Allah SWT telah berbuat zalim kepadanya. Padahal Allah SWT tidak akan
pernah berbuat seperti
itu kepada hamba-Nya, kalau memang hamba-Nya mau berpikir menggunakan akal yang
diberikan oleh-Nya.
Seperti
didalam Surah Yunus ayat 44, Allah SWT berfirman;
“Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah
yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” (Q.S. 10 : 44)
Pada ayat ini, Allah SWT dengan tegas menyatakan
kalau Dia sedikitpun tidak akan berbuat zalim kepada manusia, akan tetapi
manusia sendiri yang melakukannya. Namun, kerap kali dibantah oleh kebanyakkan
manusia, karena hal itu sudah menjadi tabiat dari manusia.
Ketika diberi kenikmatan maka dirinya menjadi lupa
dan sombong kepada Tuhannya, bahkan mengikari semua rahmat yang diberikan Tuhan
kepadanya. Tapi, ketika dirinya mengalami kesusahan, dia menganggap Tuhan telah
berbuat zalim kepadanya,
akhirnya berputus asa kepada Tuhannya.
Padahal, kalau kita mau mempergunakan akal yang
diberikan Allah SWT, maka kita akan tetap tunduk dan mensyukurinya ketika
mendapatkan kenikmatan berupa kesenangan, bahkan ketika dirundung kesusahan
kita tetap bersyukur dan tabah dalam menjalaninya sehingga ringan rasanya.
Allah SWT tidak
menambahkan keburukan mereka dan tidak akan mengurangi kebaikan mereka. Ketika
kebenaran datang kepada mereka, mereka tidak mau menerimanya, sehingga Allah
menghukum mereka dengan mengecap (membuat beku) hati mereka, penglihatan dan
pendengaran mereka pun ditutup.
Mudah-mudahan sedikit informasi dan pengetahuan yang
penulis punya, bisa menjadi bahan renungan bagi pembaca, khususnya bagi diri
penulis sendiri. Serta mudah-mudahan bermanfaat. Aammiinn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar