Menjalani
hidup dalam kehidupan, terkadang manusia kerap melupakan satu hal yang mungkin
dianggap sepele oleh kebanyakkan orang. Namun, dampak dari melupakan hal yang
sepele itu justru berakibat fatal, bahkan tak sedikit orang selalu merasa
dirinya gagal dalam kehidupannya. Kenapa
manusia gagal dalam hidup?
Oleh
karena itu, penulis ingin berbagi kepada pembaca, mudah-mudahan bisa menjadi
bahan renungan dan semoga bermanfaat, khususnya bagi diri penulis sendiri.
Sebelumnya penulis mengajak kepada pembaca untuk merenungkan firman Allah SWT
dalam surah Al Israa’ ayat 83 dan ayat 84.
Allah SWT berfirman;
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada
manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakangi dengan sikap yang sombong;
dan apabila Dia ditimpa kesusahan niscaya Dia berputus asa.” (Q.S. 17 : 83)
“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing’. Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalan-Nya.”
Kedua
ayat diatas, mungkin sudah sering kita dengar dari para pendakwah, baik diatas
mimbar maupun dalam berdiskusi tentang agama. Dalam hal ini, penulis hanya
ingin berbagi mengenai sedikit pengetahuan dari makna yang tersirat dalam ayat
tersebut.
Baik
secara sadar atau tidak, kita kerap melupakan satu hal, yaitu mengingkari
rahmat (bakat dan kemampuan) yang
telah diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal inilah yang menjadi
penyebab gagalnya hidup manusia dalam menjalani kehidupannya.
Pada
kepengurusan Allah (rububiyyah) terhadap hamba-Nya, tidaklah mungkin ketika manusia
lahir tanpa disertai rahmat (bakat dan kemampuan) dari-Nya. Hanya saja tergantung dari
manusianya, menyadari atau tidak akan bakat dan kemampuan yang dimilikinya
tersebut.
Ayat
84 surah Al Israa’, secara tersirat, Allah SWT menegaskan bahwa tiap manusia menjalani
hidup dalam kehidupannya sesuai dengan kepengurusan-Nya, namun manusia itu
sendiri yang kerap keluar dari apa yang sudah menjadi ketentuan-Nya.
Sehingga
rahmat (bakat dan kemampuan) yang telah diberikan oleh Allah SWT, dipergunakan
tidak sesuai dengan ketentuan-Nya (jalan yang seharusnya). Akibatnya, dia akan
selalu menemui kegagalan dalam hidupnya, bahkan berulang kali dalam hidupnya
bila tetap melakukan hal serupa.
Misalnya,
seseorang diberikan rahmat dari Allah SWT berupa kemampuan dan bakat sebagai
seorang pemimpin, dalam kenyataannya, orang itu selalu bekerja pada orang lain.
Maka tak mengherankan jika dia akan selalu berpindah-pindah pekerjaan, dari
satu kantor ke kantor lain.
Bukan
lantaran dirinya tidak mampu menjalankan semua pekerjaannya, melainkan karena
dirinya tidak akan mendapatkan kenyamanan dalam menjalani semua pekerjaannya.
Jika tidak segera disadari, maka orang itu tidak akan pernah mendapatkan kemajuan
dan kesuksesan dalam hidupnya.
Apabila
seseorang menjalani hidup dalam kehidupannya sesuai dengan jalan yang telah
ditentukan oleh Allah SWT, maka dirinya akan lebih mudah dalam mencapai
kesuksesan hidupnya. Karena Allah SWT Maha Mengetahui siapa yang telah berjalan
di jalan yang telah ditentukannya, dan jalan mana yang seharusnya ditempuh oleh
hamba-Nya.
Namun
demikian, manusia kerap kali lupa dan menjadi sombong terhadap rahmat yang
telah diberikan oleh Tuhannya. Seperti makna yang tersurat dari ayat 83 surah
Al Israa’, yaitu Allah Maha Pemberi Rahmat kepada semua manusia tanpa
terkecuali, namun Allah SWT hanya akan memberikan hidayah kepada orang-orang
yang dikehendaki-Nya.
Kebanyakan
manusia, dimana mereka apabila diberi nikmat oleh Allah SWT, mereka bergembira
dengannya dan bersikap sombong, berpaling dan menjauh dari Tuhannya, bahkan
tidak bersyukur kepada Tuhannya dan tidak lagi mau menyebut nama-Nya.
Dalam
riwayat Ahad bin Sulaim, pernah melihat Nabi SAW bersabda; “Sesungguhnya Allah Maha Agung dan Maha
Tinggi menguji hamba dengan pemberian yang diberikan kepadanya. Barang siapa
ridha terhadap pemberian Allah. Maka, Allah akan memberkahi pemberian itu dan
melapangkannya. Tetapi, barang siapa tidak ridha, maka Allah tidak akan memberkahinya
pada pemberiannya itu.” (H.R. Ahmad)
Hadits
tersebut mengingatkan kepada kita agar selalu mensyukuri terhadap apa pun yang
diberikan Allah SWT kepada kita, baik kenikmatan berupa kesenangan, maupun
kenikmatan berupa musibah. Karena ada keberkahan di dalamnya, hanya saja semua
itu kembali kepada diri kita masing-masing dalam menyikapinya.
Ironisnya,
ketika Allah SWT memberikan kesusahan kepada manusia, seperti sakit,
kemiskinan, dsb. Jutsru ia berputus asa dari kebaikan atau dari rahmat Allah,
bahkan ia memutuskan harapannya kepada Tuhannya dan mengira bahwa ia akan tetap
terus seperti itu.
Adapun
orang yang diberi hidayah oleh Allah SWT, maka ketika memperoleh nikmat, ia
semakin tunduk kepada Tuhannya, mensyukuri nikmat-Nya yang diberikan kepadanya.
Sedangkan ketika mendapat kesusahan seperti sakit, ia akan merendahkan diri
kepada Tuhannya, mengharap kesembuhan dari-Nya dan dihilangkan dari derita itu,
sehingga cobaan pun terasa ringan baginya.
Hal
yang termasuk dalam pengertian ‘keadaan’
disini, adalah tabiat dan pengaruh alam sekitar. Jika orang tersebut tergolong
orang yang baik, maka amalan mereka dilakukan karena Allah Rabbul ‘alamin. Akan
tetapi, jika orang tersebut tergolong orang yang buruk, maka amal mereka
dilakukan karena makhluk dan tidak melakukan selain yang sesuai dengan
keinginan makhluk.
Sehingga jelas siapa manusia
yang akan mendapatkan hidayah dari Allah SWT, sebab Dia mengetahui siapa yang
cocok mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak. Jadi kita wajib memanfaatkan
rahmat (bakat dan kemampuan) dari-Nya, sesuai dengan jalan yang
dikehendaki-Nya, sehingga kita akan dapat kesuksesan baik di dunia maupun di
akhirat. Semoga bermanfaat. Aammiinn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar