Al Qur’an diturunkan
Allah SWT sebagai pegangan hidup manusia, karena rasa sayang dan kasih-Nya yang
sangat besar kepada hamba-hamba-Nya. Yaitu menunjukkan adab-adab terpuji, dan
pengetahuan yang baik.
Di dalam Al Qur’an, dijelaskan sejelas-jelasnya jalan mana yang seharusnya ditempuh oleh manusia,
serta terdapat penjelasan yang sangat jelas mengenai mana yang bathil, sehingga
tidak ada lagi syubhat dan kemusyrikan.
Hal
itu, karena Al Qur’an diturunkan dari Tuhan yang ilmu-Nya
Maha Sempurna, Rahmat-Nya yang Sempurna dan Penjelasan-Nya pun sangat Sempurna.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah (24) An Nuur Ayat 46;
“Sesungguhnya Kami
telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan, dan Allah memimpin siapa yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Q.S. 24 : 46)
Namun demikian,
Allah SWT jugalah yang menentukan siapa-siapa saja yang akan memperoleh petunjuk
sesuai dengan kehendak-Nya, sehingga mereka yang terpilih akan berjalan di
jalan-Nya yang lurus.
Oleh karena itu,
marilah kita berlomba, agar menjadi manusia pilihan sesuai
kehendak-Nya, sehingga kita mendapat bimbingan dari-Nya, yaitu dengan beriman
kepada-Nya, beriman kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir, dan
beriman kepada adanya hari kiamat, serta berlomba-lomba dalam berbuat amal
shaleh.
Sudah
seharusnya manusia meyakini seyakin-yakinnya sunnatullah dan sunnah nabi
SAW, sehingga tidak ada sedikitpun keraguan dalam hatinya, bila tidak maka
hatinya akan menjadi sakit dan lemah imannya, serta muncul kemunafikan dalam
dirinya.
Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam Surah (24) An Nuur Ayat 47;
“Dan mereka
berkata: ‘Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan Kami mentaati
(keduanya).’ kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali
mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (Q.S. 24 : 47)
Pada ayat ini
dijelaskan, Allah SWT memberitahukan dengan jelas, bahwa keadaan orang-orang zalim yang dalam hatinya ada penyakit, atau
kelemahan ataupun ada kemunafikan. Keraguan dan kelemahan ilmu, bahwa mereka
mengatakan diri mereka memegang teguh keimanan dan ketaatan kepada Allah.
Namun kenyataannya, mereka tidak
melakukan apa yang mereka katakan, dan sebagian dari mereka malah berpaling jauh dari ketaatan, sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, “mu’ridhuun” (berpaling), karena orang
yang meninggalkan terkadang memiliki niat untuk kembali.
Akan tetapi, orang tersebut justru berpaling.
Kita dapat menemukan keadaan seperti ini, yakni mengaku beriman dan taat, namun tidak melakukan banyak
ketaatan, khususnya ibadah yang berat bagi jiwa, seperti zakat, nafkah yang
wajib maupun yang sunat, jihad fii sabilillah,
dsb. (Machfudh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar