Adapun masalah yang dicakup dalam bidang ijma’ yang bukan merupakan bagian dari ushuluddin, walaupun penolakannya tidak
mengakibatkan kekufuran, namun kedudukannya – bila ditinjau dari segi kewajiban pemeliharaan terhadap agama –
tidak jauh berbeda dengan kedudukan ushul.
Disini, umat berkewajiban melakukan usaha-usaha dan langkah-langkah konkret,
guna membentengi diri, dan membendung tersebar-luasnya paham-paham tersebut. (baca Kebebasan Beragama Bagian I)
Disini,
kebebasan beragama tidak dapat dijadikan dalih, karena disamping arti ‘kebebasan’ ini tidak mencakup itu, juga
– dan yang lebih penting lagi –
karena kewajiban pemeliharaan kemurnian agama, mempunyai kedudukan yang
melebihi, bahkan bertentangan dengan kilah kebebasan tersebut.
Bahkan,
dalam rangka pemeliharaan agama, serta stabilitas sosial, yang merupakan
tumpuan harapan agama dan masyarakat, agaknya tidak berlebihan, apabila satu
masyarakat yang telah menganut satu paham, yang dibenarkan oleh prinsip-prinsip
agama, mengambil langkah-langkah tertentu.
Guna
membendung tersebar luasnya paham-paham yang tidak sejalan dengan paham
masyarakat tersebut. Ini tentunya dilakukan tanpa mengeluarkan kelompok yang
tidak sepaham itu dari komunitas muslim, selama mereka menganut ushuluddin.
Betapa
pun terdapat perbedaan tentang persoalan-persoalan keagamaan, baik yang
menyangkut pengetahuan maupun pengamalan, namun pada akhirnya salah satu ayat
dalam Al Qur’an dapat dijadikan pegangan dalam memberi gambaran siapa
sebenarnya saudara-saudara seagama Islam itu.
Allah SWT berfirman dalam Surah (09) At Taubah Ayat 8 – 11;
“Bagaimana bisa (ada Perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), Padahal jika mereka
memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan
kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. mereka
menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang Fasik (tidak menepati perjanjian). Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit,
lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah
apa yang mereka kerjakan itu. Mereka tidak memelihara
(hubungan) Kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan)
perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat,
Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (Q.S.
9 : 8 – 11)
Itulah
ayat 8 – 11 Surah At Taubah, yang berbicara dalam konteks keyakinan dan sikap
kaum musyrik yang mempersekutukan Tuhan, meolak kenabian Muhammad SAW, bahkan
memusuhinya dan memusuhi umatnya.
Tidak
memelihara perjanjian, walaupun mulut mereka manis, sambil menukar ayat-ayat
Allah dengan harga yang murah. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah (09)
At Taubah Ayat 11;
Disebutkan
dalam ayat tersebut, bahwa; “Jika mereka
bertobat, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu)
adalah saudara-saudaramu seagama. Kami mejelaskan ayat-ayat ini bagi
orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. 9 : 11)
Adalah
juga merupakan sunnatullah yang menentukan, bahwa setiap orang yang mendustakan
ajaran-Nya, pasti akan disiksa dengan azab yang tidak akan berubah dan tidak
akan dipindahkan kepada orang lain.
Allah
SWT tidak akan melimpahkan rahmat-Nya pada seseorang yang sudah tercatat
sebagai pembangkang dan pendosa, serta tidak akan memikulkan dosanya kepada
diri orang lain.
Segala
rencana jahat yang bertujuan untuk menghalangi dakwah Islam, atau melenyapkan
agama dari bumi ini, pada akhirnya pasti akan mengalami kegagalan. Sunnah Allah
yang berlaku sepanjang masa, adalah bila Dia menetapkan suatu siksaan bagi
suatu bangsa, tiada satu kekuatan pun yang sanggup mencegahnya.
(Machfudh)
Sumber : Lajnah Pentashihan Mushaf Al
Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar