Indonesia memiliki sekurangnya 300 juta orang
pendduduk. Tersebar di beberapa kepulauan, baik pedesaan maupun perkotaan.
Negeri ini memberikan kebebasan dalam memeluk agama dan kepercayaannya yang
diyakini, sesuai dengan pasal 28E, point 2, UUD 1945.
Sebelum lebih jauh melihat kebebasan beragama di
Indonesia dari konteks Islam, perlu digaris-bawahi dua hal menyangkut kebebasan
beragama, yaitu;
1. Bahwa
dalam Al Qur’an Surah (02) Al Baqarah Ayat 256, Allah SWT berfirman;
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S. 2 : 256)
Ayat diatas,
biasa digunakan sebagai argumentasi tentang kebebasan memilih agama, hanya
berkaitan dengan kebebasan memilih agama Islam atau selainnya.
Seseorang
yang dengan sukarela, serta penuh kesadaran telah memilih satu agama, maka yang
bersangkutan telah berkewajiban untuk melaksanakan ajaran agama tersebut secara
sempurna.
2. Satu
dari lima tujuan pokok ajaran agama, adalah pemeliharaan terhadap agama itu
sendiri. Antara lain; menuntut peningkatan pemahaman umat terhadap ajaran
agamanya, serta membentengi mereka dari setiap usaha pencemaran atau pengeruhan
kemurniannya.
Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih
dan menetapkan jalan hidupnya, serta agama yang dianutnya. Kebebasan ini, bukan
berarti kebebasan memilih ajaran-ajaran agama pilihannya itu, mana yang dianut
dan mana yang ditolak.
Karena Tuhan tidak menurunkan suatu agama untuk
dibahas oleh manusia, dalam rangka memilih yang dianggapnya sesuai dan menolak
yang tidak sesuai.
Agama pilihan adalah satu paket,
penolakan terhadap satu bagian mengakibatkan penolakan terhadap keseluruhan
paket tersebut. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah (02) Al Baqarah
Ayat 85;
“Kemudian
kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan
daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka
dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai
tawanan, kamu tebus mereka, Padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang
bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari
kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah
dari apa yang kamu perbuat.” (Q.S. 2 : 85)
Ayat ini, berkenaan dengan cerita orang Yahudi di Madinah pada permulaan Hijrah.
Yahudi Bani Quraizhah bersekutu
dengan Suku Aus, dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj.
Antara Suku
Aus dan Suku Khazraj sebelum
Islam, selalu terjadi persengketaan dan peperangan yang menyebabkan Bani Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir membantu orang-orang Khazraj.
Sampai antara kedua Suku Yahudi itupun terjadi peperangan dan tawan menawan, karena
membantu sekutunya. Tapi, jika kemudian ada orang-orang Yahudi tertawan, Maka kedua suku Yahudi itu bersepakat untuk menebusnya Kendatipun mereka tadinya
berperang-perangan.
Dalam hal ini, agama Islam tidak memberikan kepada
seorang muslim kebebasan memilih dari keragaman pendapat yang berkembang dalam
bidang ushuluddin, karena masalahnya
sudah demikian jelas dan pasti.
Kebebasan memilih hanya diberikan dalam
bidang-bidang furu’, karena
argumentasinya bersifat zanni.
Kebebasan ini dibenarkan karena kesalahan, yang mungkin saja dilakukan oleh
seseorang yang berwenang untuk itu, masih ‘dibenarkan’
oleh agama, bahkan diberi pahala oleh Allah SWT.
(Machfudh)
Sumber : Lajnah Pentashihan
Mushaf Al Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar