Allah
SWT menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku bangsa yang berbeda-beda
untuk tujuan tertentu, yakni agar saling berkenalan, saling belajar, dan
tolong-menolong dalam arti yang seluas-luasnya. Bangsa Indonesia terdiri dari
500 etnis, dengan berbagai kultur.
Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam Surah (49) Al Hujuraat Ayat 13;
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. 49 : 13)
Ayat
ini ditujukan kepada umat manusia seluruhnya, tidak hanya kepada kaum muslim.
Sebagai manusia, ia diturunkan dari sepasang suami-istri. Suku, ras dan bangsa
mereka merupakan nama-nama untuk memudahkan saja, sehingga dengan itu kita
dapat mengenali perbedaan sifat-sifat tertentu.
Dihadapan
Allah SWT, mereka semua satu, dan yang paling mulia ialah yang paling bertaqwa.(1)
Allah
SWT menciptakan manusia berbeda-beda suku, ras dan bangsanya, supaya saling
mengenal. Melalui perkenalan itu mereka saling belajar, saling memahami, saling
mengerti, dan saling memperoleh manfaat, baik moril maupun materiil.
Perkenalan
itu niscaya menginspirasi semua pihak untuk menjadi lebih baik dari yang lain,
dan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
Nabi
Muhammad SAW telah berhasil menghimpun dan mempersatukan bangsa Arab pada
umumnya dan masyarakat. Madinah pada khususnya dengan Piagam Madinah.
Kebinekaan etnisitas tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak berlaku sopan dan
satun kepada sesama, serta menjaga tatakrama.
Nabi
Muhammad SAW bersabda; “Janganlah kamu
menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun hanya bermanis muka
kepada saudaramu ketika bertemu.” (H.R. Muslim dari Abu Zarr).(2)
Dalam
hadits lain, Rasulullah SAW bersanda; “Tidak
sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat
daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang
yang keji lagi jahat.” (H.R. At Tirmizi dari Abu Ad Darda).(3)
Mukmin
niscaya senantiasa menjaga akhlak mulia dalam pergaulan dan menjauhi kelakuan
yang keji, prasangka dan caci maki. Sebagimana Nabi Muhammad SAW bersabda; “Hindarilah buruk sangka, karena buruk sangka
itu sedusta-dustanya berita.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Rasulullah
SAW menyatakan dengan tegas pada hadits lain, sabdanya; “Mencaci maki seorang muslim berarti fasik, dan memerangi orang muslim
berarti kufur.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim dari ‘Abdullah bin Mas’ud)
Sesama
mukmin, niscaya saling mencintai dan menjaga budi pekerti yang baik. Rasulullah
SAW bersabda; “Tidak sempurna iman
seseorang, hingga ia menyayangi saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya
sendiri.” (H.
R. Al Bukhari dan Muslim dari Anas)
Dalam
hadits lain dijelaskan, bahwa; “Ketika
Rasulullah SAW ditanya tentang apa yang
paling sering memasukkan orang ke dalam surga? Jawabnya; Taqwa kepada
Allah dan baik budi. Dan ketika ditanya; Apakah yang sering memasukkan orang ke
dalam neraka? Jawabnya; Mulut dan kemaluan.” (H.R. At Tirmizi dari Abu Hurairah).
(Machfudh)
Sumber : Lajnah Pentashihan
Mushaf Al Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
(1)
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an
Terjemahan dan Tafsirnya, 1332, footnote 4933.
(2)
Riwayat Muslim dalam Sahih-nya,
Kitab Al Birr Was Silati Wal Adabi,
Bab Istihbab Talaqat Al Wajh ‘Indal
Liqa’, no. 6857.
(3) Sahih, Riwayat At Tirmizi dalam Sunan-nya,
Kitab Al Birr Was Silah, Bab Husnul Khuluq, no. 2002. Hadits ini
Shahih, semua perawinya siqah. Berkata Abu ‘Isa, “Hadits ini Hasan Shahih, Al
Albani pun menshahihkannya dalam Shahih Al Adab Al Mufrad, no. 361.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar