Allah
SWT melarang orang-orang beriman saling memperolok karena perbedaan-perbedaan,
baik terhadap orang yang seagama maupun yang tidak seagama. Sebab, mengejek
bukan lagi bergurau, bila ada rasa kesombongan, keangkuhan ataupun kedengkian.
Allah SWT berfirman dalam Surah (49) Al Hujuraat Ayat 11;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.” (Q.S. 49 : 11)
Saling
mengejek bukan lagi bergurau, bila ada rasa kesombongan, keangkuhan ataupun
kedengkian. Kita boleh tertawa untuk berbagi kegembiraan dengan orang lain,
tetapi kita jangan menertawakan orang untuk menghina atau mengejek. Dalam
beberapa hal, mungkin mereka lebih baik daripada kita.(1)
Mencemarkan
nama orang dapat berupa kata-kata tak baik yang ditujukan kepada orang lain,
dengan lisan atau tulisan, atau dengan perbuatan demikian rupa, seperti memberi
kesan menuduh orang. Menyinggung perasaan, menyakiti hati, mencela atau
menyindir-nyindir, termasuk dalam pengertian kata lamaza ini.
Menjuluki
dengan nama ejekan, bisa dianggap mencemarkan nama. Tak ada gunanya kita
memakai nama ejekan, atau nama yang memberi kesan tak baik. Semua itu tidak
sejalan dengan tujuan yang serius, yang harus menjadi pegangan seorang muslim
dalam hidupnya.
Sebagai
contoh, sekalipun ada orang yang memang pincang, tidaklah layak kita
memanggilnya dengan ‘hai si pincang!’.
Sekalipun ada orang yang memang buta, tidaklah layak kita memanggilnya dengan ‘hai si buta!’.
Hati
orang itu terluka, dan inilah perangai yang sangat buruk. Begitu juga ucapan
kasar, seperti ‘si orang hitam.(2)
(Machfudh)
Sumber : Lajnah Pentashihan
Mushaf Al Qur’an, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
(1)
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an
Terjemahan dan Tafsirnya, 1331, footnote 4929.
(2)
Abdullah Yusuf Ali, Qur’an
Terjemahan dan Tafsirnya, 1331, footnote 4930.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar