Tabiat dan kebiasaan manusia, pada umumnya lebih tertarik ketika
membicarakan permasalahan yang tengah dihadapi oleh orang lain, bahkan berusaha
dalam mencari-cari keburukannya. Padahal apa yang dibicarakan dan yang
dicari-cari itu tersebut belum tentu benar akan kebenarannya, ironisnya prihal
itu hanyalah sebatas gosip belaka.
Namun, alangkah baiknya apabila kita sebagai hamba Allah,
melakukan hal yang sebaliknya, yaitu lebih banyak melakukan intropeksi pada
diri sendiri, atau melihat kekurangan diri lalu berusaha untuk memperbaikinya.
Sebelum melanjutkan, penulis mohon maaf, tidak ada niat untuk
menggurui pembaca, penulis hanya ingin sekedar berbagi informasi dan sedikit
pengetahuan yang pemulis miliki. Malah justru pembaca lebih banyak pengetahuannya,
ketimbang diri penulis sendiri.
Mudah-mudahan apa yang penulis utarakan dalam artikel ini,
bisa bermanfaat dan menjadi bahan renungan bagi kita semua, terutama bagi diri
penulis sendiri. Sebelum lebih jauh lagi, penulis mengajak pembaca untuk
merenungkan ayat dalam Surah Al Hujuurat di bawah ini;
Dalam surah Al Hujuurat ayat 12, Allah SWT berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. 49 : 12)
Ayat diatas dengan tegas, Allah SWT melarang kita bila
mengaku beriman untuk menjauhi purba-sangka
(prasangka atau kecurigaan) terhadap orang lain, bahkan melarang juga agar kita
tidak mencari-cari kesalahan orang, serta melarang membicarakan (menggunjing)
orang lain.
Kenapa hal tersebut dilarang? Secara tersirat bahwa
perbuatan-perbuatan diatas bila dilakukan, maka bukan kemaslahatan yang akan
didapat, justru sebaliknya. Kita akan tenggelam dalam perbuatan tersebut,
akibatnya kita lupa terhadap diri kita sendiri. Apakah kita sudah baik
ketimbang orang yang menjadi topik tersebut, atau sebaliknya? Cobalah direnungkan.
Biasanya, bila seseorang berprasangka terhadap orang
lain, maka dia akan berupaya keras untuk membuktikannya. Terutama mencari dan
terus mencari kesalahannya, bahkan segala upaya pun dilakukan. Padahal sebagian besar dari prasangka itu adalah dosa.
Berprasangka biasanya diiringi dengan
ucapan dan perbuatan yang diharamkan, sebab berprasangka di hati tidak akan sampai sebatas itu saja. Akan terus menjalar
hingga ia mengatakan kata-kata yang tidak patut, bahkan melakukan perbuatan yang tidak layak dilakukan.
Akhirnya muncullah sikap su’uzzhan (prasangka buruk) terhadap orang lain, lalu membencinya dan memusuhinya, padahal apa yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah
kebalikannya. Memberikan kasih
sayang terhadap orang lain, serta banyak melakukan intropeksi terhadap diri
sendiri. Apakah kita sudah benar yang sebenar-benarnya dalam menjalankan
syariat Islam?
Allah SWT menjelaskan
perbuatan tersebut dengan memberikan perumpamaan, yaitu seperti orang yang suka
memakan bangkai saudaranya sendiri. Hal ini, bukan hanya berlaku sebatas sesama
kaum saja (satu agama), melainkan juga berlaku terhadap kaum-kaum yang lainnya
(beragama lain). Kita dilarang melakukan hal tersebut, karena mereka adalah
saudara sendiri, yaitu dari keturunan Nabi Adam As dan Hawa.
Namun apabila kita sudah terlanjur melakukannya, bahkan
setiap hari menggunjingnya. Allah tetap akan mengampuni kita kalau benar-benar
ingin bertobat, kemudian kembali ke jalan-Nya, sesuai dengan apa yang
diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya.
Allah adalah At Tawwab, Dia yang mengizinkan tobat
hamba-Nya, lalu Dia memberinya taufiq kepadanya,
kemudian menerima tobatnya. Dia Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, dimana
Dia mengajak mereka kepada sesuatu yang bermanfaat bagi mereka dan
menerima tobat mereka.
Kenapa larangan berprasangka buruk,
mencari-cari kesalahan dan menggunjing itu berlaku tidak hanya bagi umat Islam
saja, namun juga terhadap orang-orang yang beragama lain. Seperti yang
termaktub dalam surah Al Hujuurat ayat 13, Allah SWT berfirman;
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. 49 : 13)
Makna yang termaktub dalam ayat ini adalah, dimana Allah SWT memberitahukan khususnya kepada
kita yang mengaku beriman kepada-Nya dan juga bagi semua manusia pada umumnya. Bahwa Dia yang menciptakan Bani Adam dari asal yang satu dan jenis yang satu. Mereka semua dari laki-laki dan
perempuan, apabila ditelusuri maka
ujungnya kembali kepada Adam
dan Hawa.
Kemudian Allah SWT menyebarkan
dari keduanya menjadi banyak, lalu memisahkan
mereka, serta menjadikan mereka berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku, tujuannya agar mereka saling kenal-mengenal satu sama lainnya, sehingga mereka
bisa saling tolong-menolong, bantu-membantu dan saling
mewarisi dan memenuhi hak kerabatnya.
Meskipun
demikian, orang yang paling mulia di antara mereka adalah
orang bertaqwa, yaitu mereka paling banyak ketaatannya kepada Allah dan meninggalkan maksiat, bukan yang paling banyak kerabat dan
kaumnya dan bukan pula yang paling mulia nasabnya.
Dalam ayat ini
terdapat dalil, bahwa mengetahui nasab itu memang disyariatkan, oleh karena itu Allah SWT menjadikan kita
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Namun, kita janganlah
saling berbangga diri karena tingginya nasab, sebab bukan itu yang dapat dibanggakan, melainkan ketaqwaan kita kepada-Nya. Bahkan
Allah mengetahui siapa di antara kita yang bertaqwa
kepada-Nya, baik zahir maupun batin, Dia-lah yang akan membalas kita dengan balasan yang pantas.
Jadi, jelaslah apa yang dikehendaki oleh Allah SWT
terhadap umat manusia, yaitu agar kita sebagai manusia saling mengenal satu
sama lain, saling tolong-menolong, bantu-membantu sesama manusia. Bukan saling
berprasangka buruk, bukan saling mencari kesalahan, dan bukan saling
menggunjing satu sama lain diantara manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar