Pada dasarnya, prinsip ajaran agama yang diajarkan oleh Allah
SWT melalui kitab-kitab-Nya adalah sama, walaupun kitab-kitab-Nya diturunkan kepada
nabi dan rasul yang berbeda, serta pada waktu yang berbeda pula. Namun prinsip
ajaran agama tersebut tidak mengalami perubahan (sunnatullah), karena agama samawi adalam agama tauhid (Agama
Allah).
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surah Al Baqarah (1)
ayat 83;
“Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu
selalu berpaling.” (Q.S. 1 : 83)
Janji
ini diadakan karena mereka (Bani Israil) sering bermaksiat, maka Allah
mengambil perjanjian yang kokoh dari mereka.
Berbuat
baik kepada mereka mencakup berbuat baik dengan perkataan dan perbuatan.
Perintah berbuat baik kepada mereka menunjukkan larangan berbuat jahat (isaa' ah) dan tidak berbuat ihsan. Anak yatim adalah anak yang
ditinggal mati oleh bapaknya, sedangkan usia mereka belum mencapai
masa
baligh.
Dalam
perjanjian ini, Allah memerintahkan mereka untuk bertutur kata yang baik kepada
semua manusia. Termasuk bertutur kata yang baik adalah beramr ma'ruf dan bernahi munkar,
mengajarkan ilmu agama, menyebarkan salam, senyum dan perkataan baik lainnya.
Dalam
perintah bertutur kata yang baik kepada semua manusia terdapat perintah berbuat
ihsan secara umum, karena dengan perbuatan dan harta terkadang di antara
manusia ada yang tidak bisa melakukannya, maka Allah SWT memerintahkan minimal
dengan perkataan.
Di
ayat ini, Allah SWT
mengajarkan manusia,
agar ucapan dan tindakannya bersih dari perkara keji, kotor, mencaci maki dan
bermusuhan.
Syari'at
yang disebutkan pada ayat di atas adalah termasuk Ushuluddin (prinsip-prinsip agama)
yang
diperintahkan
Allah Azza wa Jalla dalam semua
syari'at, karena di dalamnya terdapat maslahat yang banyak di setiap waktu dan
tempat.
Sehingga bagaimana pun juga,
syari'at ini tidak akan mansukh (dihapus) sebagaimana dasar agama yang paling
pertama dan utama yaitu tauhid (menyembah hanya kepada Allah) tidak akan
mansukh. Lihat juga tentang Ushuluddin
lainnya, dalam Surat Al An' aam (6) ayat
151-153 dan Surah Al
Israa' (17)
ayat 23 - 39.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al
An’am (6) ayat 151 – 153;
“Katakanlah: ‘Marilah kubacakan apa yang
diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan
yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar’. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan
sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku
adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang
demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. Dan bahwa (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa.” (Q.S. 6 : 151 – 153)
Maksudnya yang
dibenarkan oleh syara', seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan
sebagainya. Maksudnya mengatakan yang sebenarnya, meskipun merugikan Kerabat
sendiri. Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.
Shalat wusthaa ialah shalat yang di
tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud
dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat
ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Allah SWT berfirman
dalam Surah Al ‘Israa (17) ayat 23 – 39;
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil’. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada
dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha
Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari
mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah
kepada mereka Ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu
terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu
kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki
kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha
mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya. Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. Dan sempurnakanlah takaran
apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung. Semua itu, kejahatannya Amat dibenci di sisi Tuhanmu.
Itulah sebagian Hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. dan janganlah kamu
Mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke
dalam neraka dalam Keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”
Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan
oleh agama, apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan
lebih kasar daripada itu. Maksudnya, apabila kamu tidak dapat melaksanakan
perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat.
Maka katakanlah
kepada mereka Perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa, lantaran mereka
belum mendapat bantuan dari kamu. Dalam hal itu kamu berusaha untuk mendapat
rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka
hak-hak mereka.
Maksudnya, jangan
kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah. Maksudnya yang dibenarkan
oleh syara' seperti qishash membunuh
orang murtad, rajam dan sebagainya. Maksudnya, kekuasaan di sini ialah hal ahli
waris yang terbunuh atau Penguasa untuk menuntut kisas atau menerima diat.
Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu tidak dilakukan, bila yang
membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh, yaitu dengan
membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik,
umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah
membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya.
Bila ahli waris si
korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si
pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat. Maka terhadapnya di
dunia diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih.
Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana
terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan. Maksudnya, semua larangan yang
tersebut pada ayat-ayat: 22, 23, 26, 29, 31, 32, 33, 34, 36, dan 37 surat ini.
(Machfudh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar