Kamis, 16 Oktober 2014

Selama Tidak Makar, Perbedaan Harus Didialogkan



Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin menegaskan, bahwa selama tidak mengajak pada perbuatan makar atau melawan pemerintahan yang sah, maka perbedaan pemikiran atau paham keagamaan, justru harus sering didialogkan, bukan dilarang atau dicekal.

Untuk itu, Menteri Agama berharap Pemerintah tidak melakukan pencekalan terhadap seseorang, hanya karena alasan perbedaan pemikiran keagamaan.

“Kalau saya, sebaiknya Pemerintah tidak melakukan hal itu. Selama paham itu tidak mengajak untuk memerangi pemerintahan yang sah, selama paham yang dikembangkan tidak menista atau menodai pokok-pokok dari suatu agama yang ada, maka perbedaan itu, justru harus didialogkan,” tegasnya saat dimintai tanggapanya, mengenai pencekalan Ulil Abshar Abdalla oleh Pemerintah Malaysia.

Menurutnya, tidak justru dilarang atau dicekal. Melainkan didialogkan, karena dialog sangat penting untuk bisa mendekatkan titik-titik persamaan dan perbedaan, sehingga masyarakat pada umumnya semakin dewasa, semakin matang dalam menyikapi perbedaan.

“Perbedaan pada hakikatnya adalah sunnatullah, sesuatu yang tidak bisa kita elakkan, sesuatu yang given yang ada pada diri kita,” ujarnya.

Namun demikian, Lukman Hakim Syaifuddin, tetap menghormati kebijakan Pemerintah Malaysia. Menurutnya, setiap Negara mempunyai kewenangan masing-masing, dalam mencegah dan menangkal seseorang, apakah warga Negara sendiri atau asing untuk datang ke wilayah negaranya, apapun alasannya sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Karenanya, setuju atau tidak setuju, kita harus tunduk dan hormati, karena itu kewenangan yang bersangkutan. Kita tidak bisa mengintervensi, apalagi menilai bahwa itu keputusan yang salah atau benar,” katanya.

Ulil Abshar Abdalla, dicekal oleh Pemerintah Malaysia, terkait rencana kehadirannya dalam sebuah forum yang akan digelar di Kuala Lumpur, atas undangan Islamic Renaisance Front (IRF) dan Global Movement of Moderates (GMM). Mereka mengundang Ulil, menjadi pembicara dalam forum diskusi yang bertajuk Tantangan Fundamentalisme Agama di Abad Ini, yang dijadwalkan akan diselenggarakan pada 18 Oktober mendatang.

Rencana kedatangan Ulil, menuai pro kontra masyarakat Malaysia, mulai dari pejabat tinggi hingga ulama. Akhirnya, Kementerian Dalam Negeri Malaysia menginstruksikan pihak keimigrasian, agar supaya tidak mengizinkan Ulil masuk ke negaranya.

Di mata Menag, Ulil merupakan tokoh yang pikirannya dikenal mengusung faham liberal, kebebasan dalam menafsir Al Quran. Tapi,  Ulil tidak begitu saja mengusung liberalisme atau liberalisasi, namun mendasarkan pada nas-nas teks Al Quran, kemudian dia tafsirkan. “Akan halnya penafsirannya menimbulkan kontroversi itu, sesuatu yang biasa saja,” tuturnya.

Menurut Lukman HS, beberapa abad yang lalu, para mufassir kita, bahkan pertentangannya jauh lebih tajam. “Para mufassir, para ahli teolog muslim, ahli ilmu kalam, para fuqaha kita perdebatannya juga keras, tapi tidak menyebabkan kemudian saling menegasikan,” ungkapnya. (Machfudh)

Tidak ada komentar: