Menteri Agama RI, Lukman Hakim
Syaifuddin
menegaskan, bahwa
selama tidak mengajak pada perbuatan makar atau melawan pemerintahan yang sah,
maka perbedaan pemikiran atau paham keagamaan, justru harus sering didialogkan,
bukan dilarang atau dicekal.
Untuk itu, Menteri Agama berharap
Pemerintah tidak melakukan pencekalan terhadap seseorang, hanya
karena alasan perbedaan pemikiran keagamaan.
“Kalau saya, sebaiknya Pemerintah
tidak melakukan hal itu. Selama paham itu tidak mengajak untuk memerangi
pemerintahan yang sah, selama paham yang dikembangkan tidak menista atau
menodai pokok-pokok dari suatu agama yang ada, maka perbedaan itu, justru
harus didialogkan,” tegasnya saat dimintai tanggapanya, mengenai pencekalan Ulil Abshar
Abdalla oleh Pemerintah Malaysia.
Menurutnya, tidak justru
dilarang atau dicekal. Melainkan didialogkan, karena dialog sangat penting untuk bisa mendekatkan titik-titik
persamaan dan perbedaan, sehingga masyarakat pada umumnya semakin dewasa, semakin matang
dalam menyikapi perbedaan.
“Perbedaan pada hakikatnya adalah
sunnatullah, sesuatu yang tidak bisa kita elakkan, sesuatu yang given yang ada pada diri kita,” ujarnya.
Namun demikian, Lukman Hakim Syaifuddin, tetap menghormati kebijakan Pemerintah Malaysia. Menurutnya,
setiap Negara mempunyai kewenangan masing-masing, dalam mencegah
dan menangkal seseorang, apakah warga Negara sendiri atau asing untuk datang ke wilayah
negaranya, apapun alasannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Karenanya, setuju atau tidak
setuju, kita harus tunduk dan hormati, karena itu kewenangan yang
bersangkutan. Kita tidak bisa mengintervensi, apalagi menilai bahwa itu
keputusan yang salah atau benar,” katanya.
Ulil Abshar Abdalla, dicekal
oleh Pemerintah Malaysia, terkait rencana kehadirannya dalam sebuah forum yang akan digelar
di Kuala Lumpur, atas undangan Islamic
Renaisance Front (IRF) dan Global Movement of Moderates (GMM). Mereka
mengundang Ulil, menjadi pembicara dalam forum diskusi yang bertajuk Tantangan Fundamentalisme Agama di Abad Ini, yang dijadwalkan akan diselenggarakan pada 18 Oktober mendatang.
Rencana kedatangan Ulil, menuai pro
kontra masyarakat Malaysia, mulai dari pejabat tinggi hingga ulama. Akhirnya,
Kementerian Dalam Negeri Malaysia menginstruksikan pihak keimigrasian, agar supaya tidak
mengizinkan Ulil masuk ke negaranya.
Di mata Menag, Ulil merupakan
tokoh yang pikirannya dikenal mengusung faham liberal, kebebasan dalam menafsir
Al Qur’an.
Tapi, Ulil tidak begitu saja mengusung liberalisme atau liberalisasi, namun mendasarkan
pada nas-nas teks Al Qur’an, kemudian dia tafsirkan. “Akan halnya penafsirannya menimbulkan kontroversi itu, sesuatu
yang biasa saja,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar