Dalam konteks
Indonesia sebagai bangsa yang mengakui keanekaragaman agama, maka dituntut
sikap toleransi dari masyarakatnya. Keharmonisan sosial tak akan tercipta, bila tidak ada toleransi antar umat beragama. Begitupun umat Islam sebagai kelompok mayoritas.
Bagi umat
Islam, sesungguhnya tidak ada masalah dengan urusan toleransi. “Islam turun
lewat kitab sucinya, mengajarkan prinsip toleransi
terhadap umat lain,” tegas Muhammadiyah Amin,
Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, dalam khutbahnya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat pekan lalu.
Dalam Surah Al Kafirun (109) ayat terakhir, menurutnya, betapa Islam dengan gamblang dan vulgar menegaskan sikap toleransi tersebut.
Hanya saja,
lanjut Mantan Rektor IAIN Gorontalo ini, toleransi dalam Islam hanya pada aspek
kebebasan untuk melaksanakan praktek keberagamaan masing-masing, bukan pada aspek teologis untuk menyamakan, atau menyatukan keyakinan antar umat beragama.
Agar toleransi
yang dimaksud bisa dicapai, jelas Muhammadiyah, di depan ribuan jamaah yang mengikuti Shalat Jumat,
perlu dilakukan tiga hal, yaitu: Pertama, Selalu diupayakan untuk
menciptakan kedamaian antar umat beragama. Umat Islam sebagai kelompok mayoritas
harus memperhatikan kelompok minoritas. Sedangkan agama dan kepercayaan lain, menghormati kelompok mayoritas.
Kedua, harus diberlakukan sikap egaliter dalam persoalan
kemasyarakatan, terutama secara hukum. Semua kalangan harus disikapi sama, tidak
melihat status dan jabatan. Ketiga, harus waspada dan hati-hati terhadap
provokator yang suka memanas-manasi suasana, sebenarnya terjadi biasa saja. Seringkali konflik
sosial muncul, akibat ditunggangi ulah mereka.
Perlu disadari oleh
semuanya, ujar Muhammadiyah, seraya menyitir ungkapan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin, negara Indonesia adalah Negara Pancasila, bukan Negara Agama maupun
Negara Sekuler.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar