Umat
Islam di Indonesia jumlahnya mayoritas, meskipun demikian, Indonesia bukanlah
sebuah negara yang berlandaskan agama, melainkan Pancasila. Sehingga mau tidak
mau dalam kehidupan sehari-hari akan berdampingan dengan para pengikut agama
lain.
Sayangnya,
keegoisan yang merasuki manusia, terkadang mengalahkan segalanya. Akibatnya
merasa paling benar dan berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan manusia lain,
bahwa apa yang dikatakanya adalah benar.
Padahal,
sebagai umat Islam ketika menghadapi pelbagai hal dalam kehidupan, hanya ada
satu kata, kembali kepada Al Qur’an
dan As Sunnah. Insya Allah, bila hal tersebut dipegang teguh, maka tidak akan mengalami
kesulitan dalam menghadapi masalah-masalah di depan mata.
Termasuk
juga, permasalahan hidup berdampingan dengan pengikut agama lain, dimana
masalah tersebut seakan telah menjadi momok yang sangat menakutkan dan
mengerikan untuk dihadapi.
Marilah
kita bersama untuk merenungkan, Insya
Allah, sang Fakir mengutip dari
beberapa sumber mencoba untuk menguraikannya dibawah ini. Semoga bermanfaat
bagi sang Fakir khususnya, dan bagi
kita semua pada umumnya.
Pandangan
Al Qur’an mengenai hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama,
merupakan pemikiran orisinil Islam.
Banyak ayat Al Qur’an, dalam ragam bentuk dengan lugas menganjurkan kepada umat
Islam memperhatikan masalah penting ini.
Sudah
banyak peristiwa perang agama dan pertikaian, karena perbedaan keyakinan,
seperti perang Salib kaum Kritiani. Padahal dalam pandangan Al Qur’an dan
sebagian agama lain hal tersebut tidak dibenarkan.
Memendam
dendam dan permusuhan kepada para pengikut agama dilarang, demikian juga menggunakan
metode-metode yang menghina agama lain, tidak dibenarkan dalam Islam.
Al
Qur’an menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara
berdampingan dengan pemeluk agama lain, diantaranya sebagai berikut;
1.
Memberikan
ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir,
2.
Memberikan
perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama,
3.
Menafikan
rasialisme,
4.
Dialog
secara damai,
5.
Menyambut
tawaran damai,
6.
Menerima
hak-hak kaum minoritas,
7.
Menerima
secara resmi perdamaian internasional,
8.
Memerangi
segala ilusi superior atas agama lain,
9.
Korporasi
dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional.
Sementara pada empat
belas abad sebelumnya, konsep koeksitensi (co-existence)
di antara agama dan pemeluk agama, sama sekali belum dikenal oleh umat manusia.
Al-Qur’an menyebutkan sekelompok orang dari Kristen dan Yahudi yang
saling mencemooh satu dengan yang lain, saling menghina, menginjak-injak
hak-hak manusia, senantiasa menyulut api peperangan dan pertikaian di antara
sesama mereka.
Allah SWT berfirman
dalam surah Al Baqarah ayat 113;
“Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak
mempunyai suatu pegangan’, dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi
tidak mempunyai sesuatu pegangan,’ Padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.
demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan
mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang
apa-apa yang mereka berselisih padanya.” (Q.S. 2 : 113)
Berikut ini, Insya Allah, akan dipaparkan mengenai Al
Qur’an menganjurkan beberapa jalan dalam menyediakan ruang hidup damai secara
berdampingan dengan pemeluk agama lainnya. Mudah-mudahan bisa menjadi bahan
renungan bagi kita semua. diantaranya sebagai berikut;
1. Memberikan
ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
Sebagian ayat dalam Al
Qur’an, dijelaskan prinsip kebebasan beraqidah. Maksudnya secara azasi
mengikuti keyakinan-keyakinan hati dan masalah-masalah nurani, hanya bermakna
tatkala tidak terdapat desakan dan paksaan di dalamnya.
Dalam surah Al Baqarah
ayat 256, Allah SWT berfirman;
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut*) dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
*) Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah
selain dari Allah s.w.t.
Allah SWT berfirman
dalam surah Yunus ayat 99;
“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (Q.S. 10 : 99)
Dalam surah Al Kahfi
ayat 29, Allah SWT berfirman;
“Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi
orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.” (Q.S. 18 : 29)
Allah SWT berfirman
dalam surah Al An’am ayat 107;
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan(Nya).
dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali
bukanlah pemelihara bagi mereka.” (Q.S. 6 : 107)
Merujuk pada ayat Al
Qur’an tersebut diatas, maka Iman kepada Allah SWT dan prinsip-prinsip Islam
tidak dapat dipaksakan. Melainkan hanya dapat dilakukan dengan logika dan
penalaran. Perlu kiranya hakikat-hakikat dan perintah-perintah Allah SWT
dijelaskan, sehingga manusia bisa memahami dan menerimanya dengan kehendak dan
ikhtiar yang mereka miliki masing-masing.
Hal lain dari
kebebasan adalah kebebasan berpikir, kebanyakkan ayat Al Qur’an menyeru kepada
manusia untuk berpikir, berinteleksi dan berkontemplasi di alam semesta ini.
Manusia dituntut dengan energi akalnya, untuk mengenal segala yang
menguntungkan dan merugikan bagi dirinya.
Manusia diminta untuk
terbebas dari segala pasungan, tawanan, kesesatan dan penyimpangan, sehingga
dengan demikian manusia akan mudah melenggang melaju ke depan untuk meraup
kesempurnaan.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka
bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu
menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.S. 41 : 53)
Dalam surah Adz
Dzariyaat ayat 20 – 22, Allah SWT berfirman;
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan? Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu*) dan terdapat (pula)
apa yang dijanjikan kepadamu*).”
(Q.S. 51 : 20 – 22)
*) Maksudnya: hujan yang dapat menyuburkan
tanaman.
*) Yang dimaksud dengan apa yang dijanjikan
kepadamu ialah takdir Allah terhadap tiap-tiap manusia yang telah ditulis di Lauhul
mahfudz.
2.
Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
Semenjak kemunculan
Islam, ajarannya telah mempresentasikan…. (Bersambung)
(Machfudh/quran.al-shia.org dan berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar