Issue
yang sedang hangat menjadi pembicaraan masyarakat saat ini, tak lain calon
pemimpin negeri ini. Semua masyarakat bermuara kepada sebuah harapan besar,
yaitu agar mendapat seorang pemimpin yang mampu meningkatkan kebaikan,
keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Namun, adakah pemimpin bangsa
kedepan ini memiliki karakter Al Qur’an?
Usaha
dan upaya guna mendapatkan pemimpin yang memiliki karakter Al Qur’an tersebut
tidaklah semudah yang dibayangkan. Diperlukan pemahaman dan usaha yang keras
dan bersatu padu dari semua lini masyarakat, khususnya umat Islam di Indonesia,
tentang arti penting dan kriteria ideal sebagai referensi dalam memilih
pemimpin di tanggal 9 Juli 2014
mendatang.
Mengacu
yang berpedoman kepada Al Qur’an, cobalah menggali beberapa ayat yang
menjelaskan kriteria pemimpin yang khas dan unik itu, berbeda dengan konsep
lain yang bersumber dari pemikiran selain Al Qur’an. Berikut ini adalah
ayat-ayatnya;
Al Qur’an Surah Al Anbiyaa’ Ayat 105, Allah SWT berfirman;
“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur*)
sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai
hamba-hamba-Ku yang shaleh.”
*)
Yang
dimaksud dengan Zabur di sini ialah seluruh kitab yang diturunkan Allah kepada
nabi-nabi-Nya. sebahagian ahli tafsir mengartikan dengan kitab yang diturunkan
kepada Nabi Daud A.S. Dengan demikian Adz
Dzikr artinya adalah kitab Taurat.
Al
Qur’an Surah Al Anbiyaa’ Ayat 73, Allah SWT berfirman;
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami
wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah.”
Al Qur’an Surah Al Hajj Ayat 41,
Allah SWT berfirman;
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan.”
Masih banyak lagi ayat-ayat dalam
Al Qur’an yang memberikan petunjuk mengenai kriteria pemimpin yang diridhai
oleh Allah SWT. Namun demikian, mengacu kepada tiga ayat di atas, dapat
digaris-bawahi beberapa kriteria yang bisa menjadi referensi dalam memilih
seorang pemimpin.
Kriteria tersebut adalah antara
lain, sebagi berikut;
Mereka yang Menjadi Hamba Allah
SWT yang Shaleh
Pemimpin
bangsa yang akan dipilih, hendaknya orang yang memiliki karakter sebagai hamba
Allah SWT yang shaleh. Secara khas, Allah SWT menggunakan istilah abdi (hamba)
dalam ayat-ayat di atas. Ia (Allah) merujuk kepada seseorang yang orientasi
hidupnya semata-mata hanya untuk mendapatkan keridhaan Illahi.
Jadi,
seorang pemimpin bukanlah mereka yang haus (menghamba) terhadap kekuasaan,
kedudukan, harta, dan pujian manusia. Bahkan ketika Rasulullah SAW ditanya oleh
malaikat Jibril, “Apakah engkau ingin menjadi seorang hamba
atau raja?” Rasulullah SAW menjawab; “Aku
ingin menjadi seorang hamba.”
Memberi
Petunjuk Sesuai dengan Perintah Allah SWT
Pemimpin yang diharapkan Al
Qur’an, ketika mengambil keputusan, maka melalui potensi yang dimilikinya dia
akan menghambil dari petunjuk Allah SWT (Al Qur’an), dan mengaplikasikan
syariar-Nya di muka bumi.
Namun demikian, pemimpin tersebut
bukanlah wakil Tuhan atau titisan dewa yang ucapannya bersifat mutlak. Ia
adalah manusia biasa yang bisa juga melakukan kesalahan. Seperti ketika dimasa
khalifah Abu Bakar R.A, ia berkata; “Sekiranya
aku dalam ketaatan, maka taatilah aku. Namun jika aku melanggar, maka
luruskanlah aku.”
Menebarkan
Kebaikan, Amar Ma’ruf Nahyi Munkar
Melihat
kriteria diatas, maka seorang pemimpin haruslah mereka yang dengan kekuasaannya
berorientasi kepada menebarkan kebaikan, menyuruh masyarakat untuk berbuat
kebaikan, serta melarang segala bentuk kemaksiatan, kedholiman dan kemunkaran.
Melaksanakan
Sholat dan Menunaikan Zakat
Selanjutnya,
mereka harus memang komitmen untuk menjalankan shalat dan menunaikan zakat,
baik secara perorangan maupun secara umum (memasyakarat).
Tentunya
muncul pertanyaan, kenapa shalat dan zakat jadi kriteria dalam memilih
pemimpin? Dimana hubungannya shalat dengan kinerja seorang pemimpin dengan
sebuah negara dan bangsa?
Menjawab
pertanyaan tersebut, coba digali lagi dari beberapa rahasia yang telah
diterangkan dalam Al Qur’an. Yaitu sebagai berikut;
Mengerjakan Shalat
Shalat
mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran agama Islam. Perintah shalat
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara yang istimewa pula,
dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
Kalau
perintaha lain (seperti zakat, puasa dan haji) diturunkan di muka bumi, maka
perintah shalat diterima oleh Rasulullah SAW di Sidratul Muntaha, lokasinya berdekatan dengan surga. Seperti yang
diterangkan dalam Surah An Najm Ayat 13 – 15, Allah SWT berfirman;
“Dan, Sesungguhnya Muhammad telah melihat
Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha*),
di dekatnya ada syurga tempat tinggal.”
*) Sidratul
Muntaha adalah tempat yang paling tinggi, di atas langit ke-7, yang telah
dikunjungi Nabi ketika mi'raj.
Oleh
karena, para ulama memberikan kesimpulan bahwa apabila seseorang menjaga
kualitas dan waktu shalatnya, maka hakikatnya ia berada dalam surga yang penuh
dengan kenikmatan, keselatan dan kebaikan.
Shalat Sebagai Solusi Atas Masalah
Kehidupan
Al
Qur’an Surah Al Ma’arij Ayat 19 – 22, Allah SWT berfirman;
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan
apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan shalat.”
Manusia,
hakikatnya memiliki karakter dasar suka berkeluh kesah, bahkan terbilang labil
secara psikologis, ketika ditimpa permasalahan. Tidak terlepas juga dengan
seorang pemimpin, karena ia juga manusia maka akan menghadapi berbagai macam
persoalan selama berkuasa.
Namun
demikian, Allah SWT telah mengisyaratkan, bahwa solusi untuk menghadapi segala
permasalahan dalam kehidupan, tak lain dan tidak bukan dengan mendirikan
shalat.
Sudah
dengan jelas, Allah SWT menjelaskan melalui firman-firman-Nya, mengenai
beberapa kriteria pemimpin ideal sebagai rujukan dalam memilih pemimpin negara
dan bangsa ini. Bahkan jika melihat kebelakang atau sejarah, sudah banyak
peristiwa yang membuktikan kebenarannya.
Salah
satu sejarah yang bisa kita ambil sebagai pelajaran, yaitu kisah Umat bin Abdul
Aziz. Ia seorang hamba yang shaleh, taat menjalankan syari’at Illahiah, amar
ma’ruf nahi munkar, dan berkomitmen dalam menjalankan shalat dan zakat.
Suatu
saat, ketika Umar bin Abdul Aziz minum madu kesukaannya. Setelah dia meminum
madu tersebut, beliau bertanya kepada pembantunya. “Dari manakah madu yang barusan dimakan?” pembantunya menjawab,
bahwa madu tersebut dibeli dari suatu daerah di Maroko yang diantar langsung oleh
tukang pos.
Seketika
itu, ia berusaha memuntahkan madu yang sudah masuk kedalam perutnya, dan ia
berkata, “Demi Allah, madu ini haram
dimakan, karena dibeli dengan menggunakan kendaraan negara.”
Anas
bin Malik, seorang sahabat nabi yang usianya sampai pada masa kepemimpinan Umar
bin Abdul Azis. Ketika ditanya mengenai rahasia kesuksesan Umar bin Abdul Azis
dalam memimpin, beliau menjawab, “Saya
tidak pernah melihat pemuda seperti Umar bin Abdul Azis yang shalatnya sama
persis seperti Rasulullah.”
Meskipun
masa waktu kepemimpinan Umar bin Abdul Azis relatif singkat, hanya sekitar 2,5
tahun. Namun ia berhasil membawa perubahan pada kota Madinah secara signifikan.
Misalnya, dari semula krisis politik dan ekonomi menjadi sebuah wilayah yang
aman, makmur dan sejahtera.
Saking
makmurnya, pada masa Umar bin Abdul Azis, sukar mendapatkan orang yang mau
menerima zakat. Sehingga hasil zakat yang terkumpul di baitul mal, diberikan
kepada pemuda-pemuda yang akan menikah, kepada orang-orang yang tidak mampu untuk
naik haji, bahkan dibelikan gandum untuk ditaburkan di padang pasir untuk di
makan oleh berbagai makhluk hidup.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka Allah SWT telah dengan tegas memberi petunjuk kepada
hamba-Nya, mengenai gambaran kriteria-kriteria yang harus menjadi pedoman saat
memilih pemimpin.
Semoga
pada tanggal 09 Juli 2014 mendatang, Negara dan Bangsa Indonesia ini, tidak
salah dalam menentukan siapa pemimpin kedepannya. Sehingga negara dan bangsa
ini, mendapat keberkahan dan kemakmuran baik di masa sekarang maupun di masa
mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar