Pandangan
Al Qur’an mengenai hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama,
merupakan pemikiran orisinil Islam.
Banyak ayat Al Qur’an, dalam ragam bentuk dengan lugas menganjurkan kepada umat
Islam memperhatikan masalah penting ini.
Bagian
kedua, telah sedikit dijelaskan mengenai memberikan perhatian terhadap
prinsip-prinsip bersama, dimana Islam adalah sebuah ajaran yang semenjak
kemunculannnya telah mempresentasikan slogan koeksistensi kepada seluruh penduduk dunia.
Serta
menafikan rasialisme, Al Qur’an mencela segala jenis pemikiran rasialisme
dan memandang bahwa seluruh manusia adalah anak dari satu ibu dan ayah dan
tentu saja hampa keunggulan ras, kaum dan agama. Al Qur’an dalam pesan
universalnya menolak rasialisme.
Pada
bagian ketiga ini, akan melanjutkannya, yaitu sebagai berikut;
4.
Dialog secara damai
Al Qur’an memerintahkan
kepada umat Islam (muslimin) untuk mengedepankan ‘Jidal Ahsan’ dan ‘Berdialog secara damai’ dengan Ahlulkitab, serta
melakukan hubungan yang berdasarkan prinsip-prinsip bersama.
Dalam Al Qur’an surah
Al ‘Ankabuut ayat 46, Allah SWT berfirman;
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka*), dan Katakanlah:
‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang
diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya
kepada-Nya berserah diri’.” (Q.S. 29 : 46)
*) Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim
Ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan
penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan
membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.
Ayat-ayat sebelumnya
yang mengemuka adalah model konfrontasi
dengan para penyembah berhala yang keras kepala dan jahil, disesuaikan dengan
tuntunan situasi dan kondisi yang ada. Akan tetapi, pada ayat ini, dikedepankan
adalah mujadalah dan dialog dengan cara yang lebih lembut dengan Ahlulkitab.
Hal itu karena paling
tidak, mereka telah telah mendengar sebagian dari instruksi-instruksi para nabi
dan kitab-kitab samawi, dan mereka lebih memiliki persiapan untuk mendengarkan
ayat-ayat Allah SWT.
Selain itu, Al Qur’an
juga memerintahkan kepada umat Islam (muslimin) agar supaya tidak mencela
orang-orang kafir dan para penyembah berhala, karena sebagai tandingannya
mereka juga akan menggunakan cara yang sama.
Allah SWT berfirman
dalam surah Al An’am ayat 108;
“Dan janganlah kamu memaki
sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan
Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan.” (Q.S. 6 : 108)
Mengingat penjelasan
instruksi-instruksi Islam disertai denga logika, argumentasi dan model-model
damai. Al Qur’an menganjurkan dengan jelas kepada sebagian orang beriman,
berdasarkan keprihatinan yang mendalam terhadap masalah penyembahan berhala, sehingga
melontarkan makian kepada para penyembah berhala.
Agar menghindari
ucapan-ucapan tidak senonoh kepada mereka, Islam memandang perlu ditunaikannya
prinsip-prinsip adab, kehormatan, dan sopan santun dalam menjelaskan
ajaran-ajarannya, bahkan dihadapan agama yang paling buruk dan khufarat sekali
pun.
Setiap kelompok dan
bangsa, bersikap puritan dan fanatik terhadap keyakinan dan amalan-amalannya,
berkata-kata tidak senonoh dan bersikap kasar, akan membuat mereka semakin
keras membela keyakinan mereka mati-matian.
5. Menyambut
tawaran damai
Allah SWT berfirman
dalam surah An Nisaa ayat 90;
“Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang
antara kamu dan kaum itu telah ada Perjanjian (damai)*) atau orang-orang
yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi
kamu dan memerangi kaumnya*). kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi
kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi
jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan
perdamaian kepadamu*) Maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk
menawan dan membunuh) mereka.” (Q.S. 4 : 90)
*) Ayat
ini menjadi dasar hukum suaka.
*)
Tidak memihak dan telah Mengadakan hubungan dengan kaum muslimin.
*)
Maksudnya: menyerah.
Terdapat dua kabilah
di antara kabilah-kabilah Arab, bernama ‘Bani
Dhamrah’ dan ‘Asyja’. Kabilah
Bani Dhamrah menanda-tangani perjanjian damai dengan kaum Muslimin dan kaum
Asyja’, serta juga menjadi mitra Bani Dhamrah.
Setelah beberapa kaum
Muslimin menerima kabar, bahwa kaum Asyja’ berjumlah tujuh ratus orang
mendatangi batalyon Mas’ud bin Rujailah dekat Madinah. Rasulullah SAW mengutus
beberapa orang wakil kepada mereka untuk mencari tahu tujuan mereka di tempat
tersebut.
Mereka menyatakan, “Kami datang untuk mengikat perjanjian damai
dengan Muhammad SAW.” Tatkala Rasulullah SAW mengetahui hal itu, beliau
memerintahkan kaum Muslimin untuk mengantarka banyak kurma sebagai hadiah
kepada mereka.
Kemudian menghubungi
mereka dan mereka menyatakan, bahwa ‘kami
tidak memiliki kemampuan untuk berperang melawan musuh-musuh Anda, karena
jumlah kami sedikit, dan juga tidak memiliki kekuatan dan keinginan untuk
berperang melawan Anda, karena daerah kami berdekatan dengan daerah Anda.
Karena itu kami datang untuk menanda-tangani perjanjian damai.’
Pada waktu itu, ayat
yang disebutkan diatas turun, dan memberikan instruksi penting kepada kaum
Muslimin dalam masalah ini. (Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi, et al,
Jiidl. 4, hal. 54)
6. Menerima
hak-hak kaum minoritas
Tidak ada satu pun
agama, sebagaimana agama Islam yang memberikan jaminan kebebasan… (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar