Kamis, 10 Juli 2014

Hidup Berdampingan dengan Pengikut Agama Lain Bagian III

Pandangan Al Qur’an mengenai hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama, merupakan pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat Al Qur’an, dalam ragam bentuk dengan lugas menganjurkan kepada umat Islam memperhatikan masalah penting ini.

Bagian kedua, telah sedikit dijelaskan mengenai memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama, dimana Islam adalah sebuah ajaran yang semenjak kemunculannnya telah mempresentasikan slogan koeksistensi kepada seluruh penduduk dunia.

Serta menafikan rasialisme, Al Qur’an mencela segala jenis pemikiran rasialisme dan memandang bahwa seluruh manusia adalah anak dari satu ibu dan ayah dan tentu saja hampa keunggulan ras, kaum dan agama. Al Qur’an dalam pesan universalnya menolak rasialisme.

Pada bagian ketiga ini, akan melanjutkannya, yaitu sebagai berikut;

4.       Dialog secara damai

Al Qur’an memerintahkan kepada umat Islam (muslimin) untuk mengedepankan ‘Jidal Ahsan’ dan ‘Berdialog secara damai’ dengan Ahlulkitab, serta melakukan hubungan yang berdasarkan prinsip-prinsip bersama.

Dalam Al Qur’an surah Al ‘Ankabuut ayat 46, Allah SWT berfirman;


 “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka*), dan Katakanlah: ‘Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan Kami dan Tuhanmu adalah satu; dan Kami hanya kepada-Nya berserah diri’.” (Q.S. 29 : 46)

*) Yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim Ialah: orang-orang yang setelah diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.

Ayat-ayat sebelumnya yang mengemuka adalah model konfrontasi dengan para penyembah berhala yang keras kepala dan jahil, disesuaikan dengan tuntunan situasi dan kondisi yang ada. Akan tetapi, pada ayat ini, dikedepankan adalah mujadalah dan dialog dengan cara yang lebih lembut dengan Ahlulkitab.

Hal itu karena paling tidak, mereka telah telah mendengar sebagian dari instruksi-instruksi para nabi dan kitab-kitab samawi, dan mereka lebih memiliki persiapan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah SWT.

Selain itu, Al Qur’an juga memerintahkan kepada umat Islam (muslimin) agar supaya tidak mencela orang-orang kafir dan para penyembah berhala, karena sebagai tandingannya mereka juga akan menggunakan cara yang sama.

Allah SWT berfirman dalam surah Al An’am ayat 108;


Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Q.S. 6 : 108)

Mengingat penjelasan instruksi-instruksi Islam disertai denga logika, argumentasi dan model-model damai. Al Qur’an menganjurkan dengan jelas kepada sebagian orang beriman, berdasarkan keprihatinan yang mendalam terhadap masalah penyembahan berhala, sehingga melontarkan makian kepada para penyembah berhala.

Agar menghindari ucapan-ucapan tidak senonoh kepada mereka, Islam memandang perlu ditunaikannya prinsip-prinsip adab, kehormatan, dan sopan santun dalam menjelaskan ajaran-ajarannya, bahkan dihadapan agama yang paling buruk dan khufarat sekali pun.

Setiap kelompok dan bangsa, bersikap puritan dan fanatik terhadap keyakinan dan amalan-amalannya, berkata-kata tidak senonoh dan bersikap kasar, akan membuat mereka semakin keras membela keyakinan mereka mati-matian.

5.       Menyambut tawaran damai

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisaa ayat 90;



Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada Perjanjian (damai)*) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya*). kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu*) Maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” (Q.S. 4 : 90)

*) Ayat ini menjadi dasar hukum suaka.
*) Tidak memihak dan telah Mengadakan hubungan dengan kaum muslimin.
*) Maksudnya: menyerah.

Terdapat dua kabilah di antara kabilah-kabilah Arab, bernama ‘Bani Dhamrah’ dan ‘Asyja’. Kabilah Bani Dhamrah menanda-tangani perjanjian damai dengan kaum Muslimin dan kaum Asyja’, serta juga menjadi mitra Bani Dhamrah.

Setelah beberapa kaum Muslimin menerima kabar, bahwa kaum Asyja’ berjumlah tujuh ratus orang mendatangi batalyon Mas’ud bin Rujailah dekat Madinah. Rasulullah SAW mengutus beberapa orang wakil kepada mereka untuk mencari tahu tujuan mereka di tempat tersebut.

Mereka menyatakan, “Kami datang untuk mengikat perjanjian damai dengan Muhammad SAW.” Tatkala Rasulullah SAW mengetahui hal itu, beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk mengantarka banyak kurma sebagai hadiah kepada mereka.

Kemudian menghubungi mereka dan mereka menyatakan, bahwa ‘kami tidak memiliki kemampuan untuk berperang melawan musuh-musuh Anda, karena jumlah kami sedikit, dan juga tidak memiliki kekuatan dan keinginan untuk berperang melawan Anda, karena daerah kami berdekatan dengan daerah Anda. Karena itu kami datang untuk menanda-tangani perjanjian damai.’

Pada waktu itu, ayat yang disebutkan diatas turun, dan memberikan instruksi penting kepada kaum Muslimin dalam masalah ini. (Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi, et al, Jiidl. 4, hal. 54)

6.       Menerima hak-hak kaum minoritas

Tidak ada satu pun agama, sebagaimana agama Islam yang memberikan jaminan kebebasan… (Bersambung)

(Machfudh/quran.al-shia.org dan berbagai sumber)

Tidak ada komentar: