Selasa, 01 Juli 2014

KH. Kholil Ridwan, Lc Dakwah Politik, Dakwah Efektif Cara Nabi

“Adakah metode dakwah yang efektif, seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, sehingga menghasilkan generasi umat Islam terbaik?” ujar KH. Kholil Ridwan seraya bertanya kepada jama’ah dalam pengajian di Masjid Darussalam, Kota Wisata, Cibubur, beberapa waktu yang lalu.

Mengawali tausiyahnya, KH. Kholil Ridwan, mengatakan bahwa jika bicara Islam, maka agama ini merupakan agama terbesar jika dilihat dari sisi jumlah maupun pertumbuhannya. “Sekitar 2 milyar orang menyatakan dirinya sebagai penganut ajaran agama Islam. Bahkan umat Islam tersebut tersebar diberbagai penjuru dunia, menembus batas suku, ras dan kebudayaan,” ujarnya.

Namun demikian, pencapaian tersebut tidak diharapkan berhenti sampai detik ini, melainkan harus terus berlanjut sampai ke anak cucu bahkan sampai hari kiamat. “Dan yang lebih utama, pertumbuhannya tidak hanya sebatas kuantitas saja, melainkan yang terpenting adalah kualitas,” ungkap pria kelahiran Jakarta, 7 Mei 1947 itu.

Menurut  lulusan Universitas Islam Madinah Tahun 1975, bahwa untuk menjawab pertanyaan diawal, maka perlu mempelajari sejarah dakwah yang dilakukan nabi Muhammad SAW, saat awal pertumbuhan islam 14 abad silam.

“Dan dalam mewujudkan cita-cita luhur tersebut, setiap pemeluk islam memiliki peran dan kontribusi masing-masing sesuai kapasitas diri dan lingkungannya,” tandasnya.

Secara garis besar, menurut Ketua Umum Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII tahun 2011 sampai 2014 ini, mengungkapkan bahwa dakwah Rasulullah terbagi dalam 2 priode. Yaitu periode Mekkah selama 13 tahun dan periode Madinah selama 10 tahun.

“Periode ini dipisahkan oleh peristiwa besar, yaitu hijrah dari Mekkah ke Madinah, saat Nabi berusia 53 tahun. Bahkan, peristiwa hijrah ini dijadikan pula sebagai pijakan awal perhitungan kalender Islam sebagai pembeda (furqan) dari kebiasdaan orang kafir (tasabbuh),” terangnya.

Menurutnya, dakwah Nabi SAW selama 13 tahun di Makkah, hasilnya umat Islam masih minoritas. “Umat Islam saat itu ditindas penguasa atau pemerintah Quraish dan tidak memiliki apa-apa. Bahkan Nabi melakukan stategi dakwah secara diam-diam. Pada masa itu, umat Islam mengalami pemboikotan selama tiga tahun,” papar anggota Dewan Pembina Dakwah Islamiyah Indonesia ini.

Bahkan yang ketahuan masuk Islam ditangkap dan siksa, tambah KH. Kholil Ridwan, seperti halnya Bilal bin Rabbah, Amar bin Yasir dan lain-lain. “Nabi pun diperintahkan untuk ditangkap. Paman Nabi dibujuk aparat dengan menawarkan kekayaan, wanita cantik dan kedudukan, agar Nabi berhenti berdakwah,” paparnya.

Menjadi pertanyaan, kenapa dakwah selama 13 tahun di Makkah hasilnya minim? Menurut KH. Kholil Ridwan, bahwa salah satu analisa yang bisa ditemukan, karena pada periode ini kekuasaan bukan di tangan Rasulullah.

“Melainkan di tangan penguasa Quraisy, coba bandingkan dengan proses dakwah yang dilakukan Nabi di Madinah,” ungkap Ketua Dewan Dakwan Islamiyah Indonesia periode 2005 – 2010 tersebut.

Menurutnya, setelah hijrah ke Madinah, Nabi berhasil merebut kekuasaan. “Tidak dengan kekerasan, namun yang direbut adalah hati orang Yatsrib. Mereka dengan kerelaan hati memeluk Islam dan menyerahkan tampuk pemerintahan kepada Nabi, lalu Nabi-pun diangkat menjadi kepala negara,” terang KH. Kholil Ridwan.

Maka terbentuklah sistem pemerintahan Islam bernama Negara Madinah, pemerintahan yang berdasarkan sistem wahyu (Al Qur’an dan Hadits).

“Dipimpin Nabi sebagai kepala negara, beserta sahabat sebagai kabinetnya. Wilayah dan rakyatnya berada di Madinah dan diakui oleh negara tetangga. Nabi membentuk bangsa baru, bukan Arab, Romawi, atau Persia, melainkan kaum muslimin,” jelasnya.

Nabi berhasil membentuk imamah melalui masjid, tambah KH. Kholil Ridwan, dan menyebarkan dakwah Islam dengan hikamh, tanpa paksaan dan kekerasan, santun, ilmiah dan argumentatif. “Setelah setahun berdiri, penguasa Makkah panik. Mereka khawatir Madinah akan menghancurkan pemerintahan Quraish,” paparnya.

Maka kaum Quraish mempersiapkan 1.000 tentara untuk menyerbu Madinah di tahun kedua, Nabi pun membentuk sistem pertahanan dengan mengumpulkan relawan untuk berperang.

“Terbentuklah 300 orang relawan, dan pecahlah perang pertama yaitu Perang Badar. Perang ini tercatat sebagai perang raya (besar), dikatakan besar karena perang ini menentukan ambisi Quraish untuk menghabisi pemerintahan Madinah,” kata KH. Kholil Ridwan.

Nabi menyadari, tambahnya, bahwa perang Badar merupakan penentu dalam perkembangan dakwah Islam selanjutnya. “Nabi pun berdo’a dengan mengadahkan kedua tangannya, sampai lengan bajunya turun dan ketiaknya kelihatan, guna memohon pertolongan Allah SWT,” jelasnya.

Allah SWT mengabulkan permohonan Nabi SAW, yaitu dengan menurunkan tentara yang tidak terlihat dengan mata telanjang (kasat Mata). “Mereka (para malaikat), dan kaum muslim pun mendapatkan kemenangan dalam perang tersebut,” kata KH. Kholil Ridwan.

Menurutnya, tahun ke delapan Nabi SAW kembali ke Makkah untuk membebaskan kota tersebut dari kemusyrikan. “Dan hasilnya penguasa Makkah menyerah dan takluk, Nabi menghancurkan seluruh berhala demi membersihkan dari kemusyrikan,” tandasnya.

Selama 10 tahun Nabi berdakwah di Medinah, hasilnya cukup efektif. “Tidak ada ayat yang belum disampaikan dan diamalkan. Islam tidak hanya tumbuh di Madinah, namun meluas ke Makkah bahkan keluar Jazirah Arab,” jelas Ketua Majelis Ulama Indonesia tersebut.

Maka belajar dari sejarah ini, tambahnya, salah satu dakwah yang efektif yang dilakukan Nabi SAW adalah melalui pendekatan kekuasaan. “Umat Islam, janganlah alergi dengan kekuasan. Namun kekuasan bisa dijadikan sebagai alat yang efektif untuk berdakwah,” ujar KH. Kholil Ridwan seraya menutup tausiyahnya. (Machfudh)

Tidak ada komentar: